Mohon tunggu...
Trian Ferianto
Trian Ferianto Mohon Tunggu... Auditor - Blogger

Menulis untuk Bahagia. Penikmat buku, kopi, dan kehidupan. Senang hidup nomaden: saat ini sudah tinggal di 7 kota, merapah di 5 negara. Biasanya lari dan bersepeda. Running my blog at pinterim.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Obituari Syekh Ali Jaber

15 Januari 2021   11:09 Diperbarui: 15 Januari 2021   11:17 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar acara podcast Deddy Corbuzier bersama Syekh Ali Jaber.

Saya menulis ini bukan karena saya mendaku sebagai murid dari Syekh Ali Jaber. Tapi saya harus mengakui bahwa dari kesempatan yang serba terbatas menyimak pembicaraan beliau, hati saya terpantik bahwa beliau adalah teladan dan pemuka agama yang sedang dibutuhkan untuk masyarakat yang mudah sekali disulut untuk berkonflik.

Saya mendengar nama beliau peratama kali dari gelaran lomba Hafidz Indonesia yang diselenggarakan oleh RCTI. Yang saya tahu saat itu adalah beliau berperawakan orang arab, berpakaian ala orang arab, dan memiliki bacaan Quran yang memang istimewa. Jika mengomentari peserta, bahasa Indonesianya termasuk lancar meski itu juga yang membuat saya yakin bahwa beliau bukan orang native Indonesia.

Selebihnya, saya kurang mengikuti dan menyimak perjalanan beliau, sebab nyaris tidak ada simpul penghubung antara guru-guru dimana saya menimba ilmu sejak dulu dengan Syekh Ali Jaber. Anggapan saya sudah kadung terstigma bahwa person yang tak ada simpul sentuhan dengan guru-guru saya, berpenampilan ala orang Arab dan berdakwah tentang Islam, maka kebanyakan aliran yang mereka bawa adalah aliran yang menjadi mainstream kerajaan Arab Saudi dan itu sudah selesai kami bahas ketidakcocokannya. Maka semakin tak ada alasan untuk saya menyengajakan diri menyimak beliau. Paling menyimak secara tidak sengaja melalui potongan-potongan video tausiyah beliau yang dibagikan oleh rekan-rekan di media sosial.

Hingga suatu ketika publik Indonesia gempar dengan kejadian penusukan Syekh Ali Jaber saat memberikan tausiyah di acara imtihaan Tahfidz Perdana TPQ dan Rumah Tahfids Falahudiin di Bandar Lampung. Kejadian berlangsung saat Syekh Ali Jaber memanggil salah satu wisudawan untuk mempraktikkan hafalan qurannya di atas panggung di samping beliau. Setelah mengoreksi beberapa bacaan yang dirasa kurang tepat, beliau kemudian memberikan apresiasi hadiah yang ditawarkan kepada anak tersebut beserta orang tuanya. Tak ada angin tak ada hujan, setelah proses dialog itulah seorang pemuda naik ke atas panggung dan berusaha menusuk beliau. Atas refleks Syekh Ali Jaber, serangan itu tidak menimpa bagian tubuh sensitif beliau dan hanya melukai lengan sebelah kanan.

Panitia kemudian sigap mengamankan Syekh Ali Jaber berikut juga meringkus penyerang. Kini penyerang tersebut diketahui bernama Alpin Andrian, mantan pengagum Syekh Ali Jaber yang kemudian menjadi benci dan terprovokasi akibat tontonan di media sosial.

Kejadian ini tidak berselang lama beriringan dengan kejadian penyerangan-penyerangan ulama selama medio kampanye Pilpres yang kemudian banyak dihubung-hubungkan dengan sentimen kelompok tertentu. Maka, kejadian penusukan Syekh Ali Jaber ini bisa juga digunakan untuk mengipasi sentimen itu di tengah masyarakat untuk semakin membenci dan mencurigai kelompok liyan.

Berkat kejadian ini, saya kemudian tertarik untuk mencari tahu lebih dalam terkait beliau. Dari sana juga akhirnya saya tahu bahwa beliau memang kelahiran Madinah pada tanggal 3 Februari 1976, namun sudah berstatus Warga Negara Indonesia atas anugerah Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2012. Menikahi gadis asal Lombok yang lama tinggal di Madinah bernama Umi Nadia. Ini juga yang jadi alasan kemudian Syekh Ali Jaber bermukin di Indonesia pertama kali. 

Beliau sempat menjadi 'penduduk' biasa di Lombok dengan mengajar tahfidz dan mengaji di Masjid Agung Cakranegara Lombok NTB. Di waktu senggangnya, Syekh Ali Jaber juga sempat menyalurkan hobinya menjadi pemain sepak bola di klub Assyabab, Kota Mataram. Bahkan hingga mendapatkan julukah 'Ali Zidane' karena perawakan dan kemampuan bermain bolanya, sebelum akhirnya hijrah dan menetap di Jakarta menjadi seorang dai dan muballigh.

skuat tim Sepak Bola Syekh Ali Jaber | sumber: tribun
skuat tim Sepak Bola Syekh Ali Jaber | sumber: tribun

Ilmu keagamaan Syekh Ali Jaber memang bukan sembarangan. Pendidikan formal sejak ibtidaiyah hingga aliyah diselesaikan di Madinah di bawah asuhan ulama-ulama besar Madinah dan Masjid Nabawi. Bahkan, Syekh Ali Jaber sudah berhasil menghafalkan Alquran sejak berusia 10 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun