Mohon tunggu...
Trian Ferianto
Trian Ferianto Mohon Tunggu... Auditor - Blogger

Menulis untuk Bahagia. Penikmat buku, kopi, dan kehidupan. Senang hidup nomaden: saat ini sudah tinggal di 7 kota, merapah di 5 negara. Biasanya lari dan bersepeda. Running my blog at pinterim.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Duduk Perkara Privasi WhatsApp dan Bagaimana Sikap Kita?

11 Januari 2021   10:55 Diperbarui: 14 Januari 2021   09:44 1760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi WhatsApp (Sumber: Reuters via tekno.kompas.com)

Sejak beberapa hari lalu, pengguna WhatsApp dihadapkan pada pilihan take it or leave it terkait kebijakan baru bagi pengguna. WhatsApp memperbarui kebijakannya terutama berkaitan dengan ketentuan penggunaan data diri dan aktivitas para pemakainya.

Jika ketentuan sebelumnya masih memungkinkan pengguna untuk memilih menyetujui atau menolak, maka per 8 Februari nanti, pengguna dihadapkan pada 'paksaan' memberikan data aktivitasnya atau berhenti saja menggunakan WhatsApp.

Jika dibaca seksama, panjang dan detil sekali ketentuan layanan pengguna yang baru itu. Namun jika disingkat terkait pokok-pokok penting yang menjadi perhatian banyak pengguna di seluruh dunia adalah:

WhatsApp akan menggunakan data nomor pribadi, aktivitas transaksi yang terjadi, data yang kita unggah di chat, aktivitas interaksi dengan pengguna lain, lokasi, IP address dan banyak lagi. Data-data ini akan digunakan oleh Facebook sebagai induk pemilik WhatssApp untuk menjalankan 'layanan perusahaan kami' yang relatif tidak ada batasannya.

Kita kutip saja salah satu ketentuan yang baru tersebut:

Lisensi Anda kepada WhatsApp. Agar dapat menjalankan dan menyediakan Layanan kami, Anda memberikan lisensi kepada WhatsApp yang berlaku di seluruh dunia, noneksklusif, bebas royalti, dapat disublisensikan, dan dapat ditransfer untuk menggunakan, mereproduksi, mendistribusi, membuat karya turunan, menampilkan, dan menindaklanjuti informasi (termasuk konten) yang Anda unggah, kirim, simpan, atau terima di atau melalui Layanan kami. Hak-hak yang Anda berikan di dalam lisensi ini hanya dimaksudkan untuk menjalankan dan menyediakan Layanan kami (seperti untuk memungkinkan kami agar dapat menampilkan foto profil dan pesan status Anda, mengirim pesan Anda, dan menyimpan pesan Anda yang tidak tersampaikan di server kami hingga 30 hari saat kami mencoba untuk menyampaikannya). - dikutip dari laman kebijakan Whatsapp

Tangkapan layar syarat dan ketentuan WhatsApp yang baru
Tangkapan layar syarat dan ketentuan WhatsApp yang baru

Sampai sejauh mana kemungkinan 'menjalankan dan menyediakan layanan kami' tersebut?

Dikutip dari penjelasan beberapa mantan orang di belakang social media dan online tools yang kita kenal sekarang seperti facebook, google, uber, pinterest, dan mozilla sebagaimana disampaikan dalam film dokumenter The Social Dilemma, algoritma yang dipasang dalam segala media sosial yang kita gunakan tersebut memungkinkan Artificial Intellegent dan Machine Learning di dalamnya untuk menggunakan dan memproses segala aktivitas kita tersebut demi keuntungan 'model bisnis' yang mereka jalankan.

Ungkapan dari media The Conversation ini cukup menggambarkan model bisnis startup social media saat ini, "If it's free online, you are the product." Hal ini juga diungkapkan oleh para mantan programmer social media tersebut, bahwa perhatian kitalah yg mereka jual kepada para pengiklan yang kebanyakan adalah para kapitalis.

Algoritma yang dipasang di media sosial memang diset untuk memberikan efek candu melalui notifikasi yang terstruktur agar kita terus-terusan menggunakannya. Semakin kita menggunakan dan berinteraksi dalam social media tersebut, semakin data terekam dan semakin presisi algoritma menebak arah kecenderungan emosi, minat, dan fokus atansi kita.

Dengan data ini, 'para pengiklan' disajikan data oleh perusahaan socmed agar iklan yang kita tayangkan semakin presisi.

video promo WhatsApp | olah grafis oleh pribadi
video promo WhatsApp | olah grafis oleh pribadi

Sebagai pihak yang menggeluti dunia digital marketing, saya memahami betul bagaimana ads dashboard (baca: kendali iklan) yang disediakan facebook itu dapat diset utuk menampilkan orang-orang yang memang paling sesuai dengan potensial buyer produk kita.

Penggambaran sederhananya, saya sebagai pengiklan dimungkinkan untuk (misal) memilih 10 profil yang saya tahu betul akan berminat dengan produk yang saya tawarkan, dan dengan algoritma yang sudah disediakan saya bisa request kepada facebook untuk mencarikan 1000, bahkan sejuta orang dengan kriteria yang mirip dengan 10 orang yang saya pilih di awal.

Dengan kecanggihan memilih target iklan ini, pengiklan makin dimudahkan untuk muncul di beranda orang-orang yang dengan potensi ketertarikan tinggi, alih-alih memunculkan secara random layaknya iklan-iklan konvensional di media tradisional.

Setidaknya sampai tahun 2020, Facebook Inc. hanya 'memanen' aktivitas kita di social media publik miliknya seperti Facebook dan Instagram. Publik artinya kita sadar bahwa aktivitas kita di Facebook dan Instagram telah 'kita saring' yang siap dikonsumsi oleh semua friends dan follower akun kita. 

Saya membayangkan, jika Facebook sudah sampai memanen data aktivitas di ruang-ruang private chatting semisal WhatsApp milik kita, tingkat presisi hasil algoritma ini semakin tepat dan bisa digunakan 'untuk apapun' tergantung pemegang 'kendali knop'-nya. Bukankan filter kita juga lebih longgar saat menggunakan aplikasi private messeging?

Sebagaimana pernah saya sampaikan di tulisan sebelumnya, algoritma social media tidak memiliki norma selain 'norma algoritma' yang dibangun oleh para programmernya. Maka, segala aktivitas dan data yang terekam di server mereka saat kita ijinkan untuk membolehkan mengakses, maka 'bebas' digunakan untuk  beragam kepentingan selama sesuai dengan model bisnis mereka.

Bagaimana kita seharusnya bersikap?

Setidaknya ada beberapa hal yang perlu kita pikirkan dan pertimbangkan agar tidak buta dan mengambil kendali otonomi diri kita:

  1. Menyadari, pasca 8 Februari 2021, Facebook dapat mengintip segala aktivitas pengguna dan memasukkannya ke dalam 'algoritma' yang tujuan akhirnya adalah untuk kepentingan  'model bisnis' yang mereka jalankan dan bebas mengembangkan untuk kepentingan apapun layanan mereka.

  2. Menyadari hasil olah data canggih berdasarkan aktivitas sederhana kita di social media (dan saat menggunakan WhatsApp) dapat 'diarahkan dan dimanipulasi' ke arah yang tidak pernah kita bayangkan, bahkan sampai ke titik ekstrem mengendalikan opini, emosi, dan kepribadian. (saya merekomendasikan Anda menonton film dokumenter The Social Dilemma jika ingin mengetahui bagaimana cara kerja aloritma mempengaruhi kepribadian dan kebiasaan kita sehari-hari)

  3. Mempertimbangkan untuk beralih aplikasi kirim pesan pribadi yang masih menghargai privasi pengguna. Anda bisa memilih Telegram yang tetap menerapkan end-to-end enkripsi sebagaimana yang dijelaskan pendiri Telegram Pavel Durov, atau mengikuti rekomendasi penemu Tesla Elon Musk menggunakan aplikasi messeging bernama Signal.

  4. Karena pilihannya adalah take it or leave it, kita dapat mengakalinya dengan tetap menggunakan WhatsApp namun membatasi penggunaannya untuk keperluan bisnis dan pemasaran saja. Dengan sadar dan hati-hati kita harus membiasakan diri untuk menghindari pembicaraan yang berkaitan dengan pribadi, emosi, pekerjaan, dan hal-hal yang memerlukan privasi.

Terakhir, selamat datang di dunia algoritma, tempat di mana kita sudah tidak dapat lari lagi tanpa meninggalkan jejak. Dunia yang diprediksi oleh sejarahwan cum futurolog Yuval Noah Harari sebagai 'perangkat' yang akan lebih mengenal diri kita daripada kita sendiri. (TF)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun