Mohon tunggu...
Tri Wardhani
Tri Wardhani Mohon Tunggu... dosen dan IRT -

mengajar di Fakultas Pertanian, Univ. Widyagama Malang dan ibu seorang putri yg mulai beranjak dewasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ternyata... Saya Bisa Merajut!

24 Juni 2016   09:35 Diperbarui: 24 Juni 2016   09:54 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rajutan tempat botol minum

Sejak remaja saya seneng banget dengan kegiatan keputrian yang berhubungan dengan benang. Sulaman dan cruis-stick sudah saya praktekkan sejak SMP. Ibu saya yang membuat gambar polanya di saputangan maupun kain untuk taplak meja, dan saya yang menyulam. Tusuk jelujur (baste stitch), tusuk rantai (chain stitch), tusuk feston (feston stitch) dan tusuk daun (leaf stitch) saya kuasai dengan baik. Untuk cruis-stick, biasanya saya duet dengan kakak saya, dia yang lebih mahir.

Ada satu lagi kegiatan keputrian yang saya praktekkan, yaitu merajut atau mbenthel (bahasa Jawa). Namun, merajut tidak sesukses menyulam. Saya hanya bisa membuat tusuk rantai. Setelah itu bagaimana, diapakan dan membuat apa, saya tidak tahu. Ada sih  contoh buku yang memakai kode-kode tanda silang maupun lingkaran-lingkaran, tetapi saya tidak pintar membaca buku kode tersebut. Walhasil saya pun bosan dan saya tinggalkan dunia merajut.

Hingga pada suatu ketika, tiga puluh tahun kemudian (lama banget ya ...), putri saya yang sekolah boarding di MAN Insan Cendekia Serpong sedang berlibur dan pulang ke rumah. Bertepatan saat itu dia berulang tahun. Seorang teman Madrasah Tsanawiyahnya memberi hadiah ulang tahun. Sungguh hadiahnya membuat saya terbelalak. 

Sangat takjub. Mau tau apa hadiahnya? Sepasang kaos kaki berwarna abu-abu muda. Bukan kaos kaki biasa, melainkan kaos kaki yang dirajut sendiri!!! Sungguh membuat saya kagum dan ada rasa sedikit jealousdi hati. Bukan karena saya tidak mendapat hadiah. Bukan. Tetapi karena temen anakku ini bisa membuat kaos kaki yang dirajut sendiri. Sementara saya dulu seumurnya hanya bisa membuat tusuk rantai. Sehingga saya hanya bisa berkata berulang-ualng,”Ya Allah. Risu ... Risu .. pinternya. Pinternya.”

Ya peristiwa itu adalah titik balik dunia merajut saya. Rasa takjub dan jealous, membuat saya bertekad harus bisa merajut. Harus bisa!!!

Esok harinya saya ajak anak saya pergi ke toko benang di dekat alun-alun Kota Malang. Saya bilang ke pegawainya, saya mau beli benang dan stik rajut. Saat ditanya beli benang jenis apa, saya terdiam sejenak karena belum tau mau beli benang apa. Ternyata benang rajut itu jenisnya banyak, saudara. Asal saja saya jawab, benang untuk buat tempat HP. Itu yang terlintas di kepala. O si pegawai, ditunjukkan benang rajut campuran cotton dan nilon. Saya pilih warna ungu muda dan oranye.

Pegawainya tanya lagi, alat rajutnya nomer berapa? Baru tau juga saya, ada nomer-nomernya. Saya bilang saja, nomer yang sesuai untuk benang tersebut nomer berapa. Diambilkan nomer 3,4. Stik rajut kedua ujungnya berbentuk kait dengan nomer yang berbeda sesuai ketebalan benang.

Beli yang bagus apa yang biasa aja, bu? Pegawainya nanya lagi

Bedanya apa ya?

Yang bagus dari stainless steel, harganya 20rb. Yang biasa dari besi, 2 ribu saja.

Yang bagus, dua buah ya, jawab saya dengan gagah. (Di kemudian hari saya juga membeli alat rajut yang dari besi yang hanya dua ribu itu. Nggak ada bedanya kok saat dipakai, barangkali beda di awetnya ya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun