Mohon tunggu...
Tri Wardhani
Tri Wardhani Mohon Tunggu... dosen dan IRT -

mengajar di Fakultas Pertanian, Univ. Widyagama Malang dan ibu seorang putri yg mulai beranjak dewasa

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mengatasi Mental Block 'Aku Tidak Bisa'

17 Juli 2016   22:10 Diperbarui: 17 Juli 2016   22:13 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dari http://www.shrinkinguy.com/blog/breaking-down-the-mental-barriers

“Aku mau olahraga lompat tali ah,” kata anak saya pada suatu siang.

Perkataan itu membuat saya agak terperangah dan sedikit salah tingkah karena beberapa waktu lalu dia minta dibelikan skipping rope tapi belum saya belikan. Saya bilang padanya,”Ada tuh di toko buku”, saya sebutkan nama toko buku yang terletak di seputaran alun-alun Kota Malang. “Ibu belikan ya, tapi nggak sekarang.” Saya masih ada kesibukan lain siang itu. “Kalau nggak salah harganya sekitar seratusan ribu berapa gitu,” sambung saya.

“Haah, seratusan ribu? Mahal amat.” (Bisa jadi mahal, apalagi untuk kantong seorang pelajar .. hehe).

Tiba-tiba saya teringat akan karet gelang pentil yang saya beli di Pasar Merjosari beberapa waktu lalu. Saya beli 1 ons, harganya tidak sampai Rp. 10.000,-. Sedianya karet itu untuk persediaan kalau kami packing untuk travelling.. Untuk menghemat tempat, saat packing baju-baju kami gulung dan kemudian dikareti.

Saya berseru, “Ibu punya ide. Ibu buatkan talinya dari karet gelang ya.”

Segera saya ambil karet gelang pentil. Saya ronce dobel. Tiap roncean terdiri dari dua buah karet gelang. Untuk memudahkan meronce, posisi karet gelang tidak boleh kendur, sehingga sisi yang lain saya minta anak saya untuk memegangnya. Tidak berapa lama jadilah sudah roncean karet gelang tersebut.

Roncean karet gelang
Roncean karet gelang
Anakku kemudian menggunakannya untuk olahraga lompat tali. Melompat-lompat dengan ringan. Hup hup hup. Kadang dengan variasi melemparkan tali secara menyilang. Setelah beberapa puluh lompatan, dia berhenti, istirahat.

Dua adik sepupunya memperhatikan dengan tatapan takjub.

“Mau coba?” anakku menawari adik-adik sepupunya. Yang ditawari menggelengkan kepala menolak sambil tertawa-tawa, “Aku nggak bisa. Nggak bisa.” Anak jaman sekarang rupanya lebih akrab dengan gadget sehingga kurang mengenal olahraga fisik seperti lompat tali ini.

Anakku menawari lagi dan membujuk adik-adiknya. “Ayo coba dulu, jangan bilang nggak bisa dulu sebelum dicoba.” Setelah dibujuk beberapa, akhirnya mereka mau mencoba, tetapi memang belum bisa. Saat kaki berada lantai setelah melompat, tali karet selalu terinjak oleh mereka. Beberapa kali melompat hasilnya seperti itu, tali tetap saja terinjak. Ini membuat mereka berhenti mencoba dan bilang,”Aku nggak bisa, mba.”

“Gini caranya. Jangan asal lompat dan melempar tali. Tali dilempar dulu, setelah tali mengenai lantai, baru deh kita melompat. Pelan-pelan aja dulu. Sekali melompat berhenti. Kalau sering latihan, bisa kok lancar kayak aku tadi.” Anakku memberi contoh dengan gerakan slow motion.

Rupanya ini memberi mereka semangat untuk mencoba lagi. Tidak berapa lama, terdengar teriakan girang,”Horeee, aku bisa.” Rupanya si adik sepupu mulai berhasil, walau masih satu dua lompatan, tetapi sudah menunjukkan kemajuan.

Saya mengamati dengan tersenyum. Ada pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa tadi. Bahwa dalam menghadapi hal yang baru, seringkali belum-belum kita sudah terjebak dalam mental block‘aku tidak bisa’. Belum-belum kita sudah berpikiran yang menghambat diri sendiri dengan beranggapan bahwa kita tidak sanggup melaksanakan hal baru tersebut.

Padahal dengan berpikiran bahwa kita tidak bisa, ini akan mengakibatkan seluruh organ tubuh kita berhenti dalam berupaya untuk mencari jalan keluar supaya menjadi bisa.

Memang hal-hal dalam hidup tidak sesederhana bermain lompat tali, tetapi cara anak-anak tersebut mengatasi mental block bisa kita adopsi. Langkah yang pertama, yakinkan diri bahwa kita bisa melakukan sesuatu hal baru atau sesuatu yang kita anggap sulit. Katakan dalam hati bahwa aku bisa, aku bisa, aku bisa.

Untuk hal-hal yang positif, pastinya. Kalau perlu berteriak, tetapi di lapangan saja teriaknya supaya orang serumah tidak kaget (hehehe). Dengan mengatakan aku bisa, ini akan memberi energi positif  dan semangat untuk berusaha, namun tentu tidak serta merta mengakibatkan kita langsung bisa. Kita perlu belajar dan mencari tahu ilmu tentang hal baru tersebut. Langkah selanjutnya adalah mengaplikasikan ilmu yang sudah diperoleh.

Practice makes perfect. Alah bisa karena biasa.

Landungsari, 17 Juli 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun