Mohon tunggu...
Tri Widiastuti
Tri Widiastuti Mohon Tunggu... Lainnya - Allahumma laa sahla illa maa ja'altahu sahlaa, wa anta taj'alul hazna idza syi'ta sahlaa

Allahumma laa sahla illa maa ja'altahu sahlaa, wa anta taj'alul hazna idza syi'ta sahlaa

Selanjutnya

Tutup

Diary

Aku Wali Santri Gontor

26 Februari 2021   11:00 Diperbarui: 26 Februari 2021   11:03 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Aku adalah seorang ibu rumah tangga yang sedang menyekolahkan anak pertamaku di pondok pesantren. Alhamdulillah anakku sekarang yang sedang mondok di pesantren Daarussalam Gontor, Ponorogo Jawa Timur sudah kelas 5 (setara dengan kelas 11).

Banyak pengalaman yang kudapatkan menjadi wali santri Gontor. Menjadi seorang wali santri Gontor ternyata tidaklah mudah, aku banyak belajar sebagaimana para santri belajar di pondok. Mereka belajar tentang kehidupan yang sesungguhnya, meskipun dalam ruang lingkup pondok. Mereka belajar kesabaran, karena harus menahan rasa rindu tidak bertemu dengan orang tua dan anggota keluarga dalam kurun waktu tertentu; belajar kedisiplinan, karena harus mengantri setiap kali ingin makan, mandi, mengambil tabungan, membayar SPP, cukur rambut dan surat jalan sebagai izin perpulangan; belajar kejujuran, karena mereka harus mengikuti ujian sekolah dengan nilai apa adanya (tanpa nyontek, tanpa ujian susulan dan tanpa her).

Inilah yang aku sebut tentang belajar dari kehidupan yang sesungguhnya. Tentunya sebagai orangtua menginginkan anaknya menjadi anak yang shaleh dan sukses di dunia dan akhirat sebagaimana harapan setiap orang tua. Karenanya doa tulus dan penuh harap selalu aku panjatkan kepada Allah, setiap saat untuk kesuksesan anakku.

Kata-kata  "ke Gontor apa yang kau cari" tulisan ini selalu dapat dilihat jelas di setiap Pondok Modern Gontor, senantiasa terngiang ditelinga. Sebenarnya apa sih yang dicari? inilah yang membuat kami sebagai orangtua menjadi yakin untuk menitipkan anak di Gontor. Kami berharap kelak menjadi anak yang shaleh, mempunyai mental yang kuat, apalagi kondisi saat ini kita hidup di zaman yang penuh dengan ujian, di Gontor mereka dididik menjadi santri yang kuat baik fisik maupun mental, disiplin yang tinggi, kelak ketika mereka sudah lulus akan memiliki mental yang kuat.

Melepaskan dan menitipkan anak untuk menuntut ilmu di pesantren yang jauh dari kita bukanlah hal yang mudah, untuk itu diperlukan kesabaran dan ketabahan.

Pesan Kiai Hasan Sahal, Pimpinan Pondok Daarussalam Gontor untuk para orangtua yang melepas putra-putrinya untuk menuntut ilmu: “Kalau mau punya anak bermental kuat, orangtuanya harus lebih kuat, punya anak jangan hanya sekedar shaleh tapi juga bermanfaat untuk umat, orangtua harus berjuang lebih ikhlas, ikhlas, ikhlas.” Nah ternyata disinilah kuncinya.

“Lebih baik kamu menangis karena berpisah sementara dengan anakmu untuk menuntut ilmu agama, daripada kamu nanti sudah tua nangis karena anak-anakmu lalai urusan akhirat.” (perasaan inilah yang kurasakan dan membuatku menangis, karena harus berpisah dengan sang buah hati diawal ketika menitipkan anak di pondok).

Jadi wali santri itu harus punya 5 sifat dan sikap yaitu T.I.T.I.P:

1. Tega

Harus tega...harus tega... harus percaya kalau di pesantren anakmu itu dididik bukan dibuang. Harus tega karena pesantren adalah medan pendidikan dan perjuangan.

2. Ikhlas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun