PROGRAM MKWU - Tugas Artikel Logika dan Pemikiran Kritis D-1.2
Kecerdasan buatan (Artifcial Intelligence/AI) adalah bagian dari ilmu komputer mesin untuk mempelajari bagaimana membuat mesin agar mampu belajar dari pengalaman, menyesuaikan input-input baru dan melaksanakan tugas seperti dan sebaik manusia. Kecerdasan buatan telah menjadi bagian dari kehidupan kita dan akan terus berkembang di masa depan. AI dalam hal ini berhubungan dengan sistem yang memberikan jaminan efisien dan cepat di berbagai bidang kehidupan. Beberapa contoh AI yang bisa kita lihat saat ini ada pada mobil pintar, Biometric Identifcation, Optical Character Recognition, alat bantu mesin navigasi, dan lain sebagainya. Selaim dapat mengubah ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat, AI juga akan mengubah praktik hukum dan peran pengadilan dalam mengatur penggunaannya.
Negara-negara seperti Estonia telah membentuk hakim AI dalam upaya untuk mempersingkat layanan pemerintah dan membersihkan tumpukan kasus bagi hakim. Selain itu, China sudah memiliki lebih dari 100 robot di pengadilan di seluruh negeri untuk secara aktif mengejar transisi menuju keadilan yang cerdas. Namun, penekanannya saat ini masih pada membantu dan bukan menggantikan hakim.
Di kehidupannya, keputusan manusia rentan terhadap prasangka dan terlepas dari niat terbaiknya, kebanyakan sistem peradilan terkadang kurang objektif tidak disadari. Apakah keberadaan hakim AI akan menghasilkan hukum yang lebih adil dan menghindari bias manusia? Menurut Dr Felicity Bell (peneliti Future of Law and Innovation in the Profession (FLIP) Law Society of NSW) ada dua sisi, yaitu AI dapat mengatasi atau menghindari bias manusia dan AI dapat menghasilkan keluaran yang bias atau tidak sesuai. Hasil keputusan yang tidak sesuai ini dapat terjadi karena ketidaklengkapan data yang dimasukkan dalam algoritma hakim AI sehingga putusan pengadilan yang diambil tidak sesuai prediksi.
Meskipun hakim AI akan sangat membantu proses peradilan, akan sangat sulit jika proses peradilan dilakukan sepenuhnya dengan AI. Penerapan logika komputasi pada hukum tidak mudah. Penalaran hukum sebagian besar merupakan proses konstruksi teori yang terjadi melalui dialog antara hakim, pengacara, dan cendekiawan. Hal ini sulit dilakukan dengan AI karena karena AI yang dibuat belum tentu memiliki kecerdasan emosional untuk melakukannya. Oleh karena itu, teknologi masih dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi proses peradilan, tetapi peran hakim manusia masih dibutuhkan terutama untuk kasus kompleks.
REFERENSI
Lo, D., 2021. Can AI replace a judge in the courtroom?. [online] UNSW Newsroom. Available at:
Harris, B., 2018. Could an AI ever replace a judge in court?. [online] World Government Summit - Detail. Available at: