Mohon tunggu...
Indah W.
Indah W. Mohon Tunggu... -

: a wandering soul in her journey to the final destination..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rindu: Dua Minggu Mencari Cinta - TAMAT Versi Indah

18 Agustus 2010   02:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:56 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Episode-episode sebelumnya dapat dilihat di sini: Rindu: Dua Minggu Mencari Cinta #1 s/d #20

"Panji, please, antar Rindu pulang. Aku ingin istirahat." Satria berpaling pada Panji yang tanpa sadar telah beranjak mendekat dan melingkarkan tangannya ke bahu Rindu untuk memberinya kekuatan.

Mendadak tangis Rindu terhenti mendengar ucapan Satria dan sebuah kesadaran merayap masuk ke benaknya, "Tunggu dulu, kenapa kalian berdua bisa saling mengenal?" Rindu menepis tangan Panji di bahunya dan menatapnya bergantian dengan Satria, "Panji, jangan katakan bahwa kamu telah mengetahui tentang penyakitnya Satria dan tidak mengatakannya padaku!" Kilas kemarahan mulai membara di mata Rindu.

Panji salah tingkah mendengar ucapan Rindu, "Aku tidak percaya aku sempat berpikir menghabiskan sisa hidupku bersamamu!" Rindu mendesis marah, "Dan kini aku ingat kenapa kita dulu berpisah, Panji, karena kamu seringkali tidak jujur kepadaku! Menurutmu menyembunyikan sesuatu itu tidak bisa dibilang berbohong hanya karena aku tidak pernah menanyakannya dan kamu tidak memberi jawaban yang tidak jujur!" Panji terdiam karena benar apa yang dikatakan Rindu, ia tidak bisa membantahnya.

Rindu kemudian menatap Satria lekat-lekat, "Dan kamu, Satria! Tidak semudah itu kamu bisa menyingkirkan aku dari hidupmu! Walau dokter bilang bahwa waktu hidupmu hanya tinggal sekian bulan saja, maka selama itu pula kamu harus hidup dengan kenyataan bahwa aku akan menghantuimu sepanjang waktu!"

Tanpa menunggu reaksi dari keduanya, Rindu segera berlari secepat yang ia mampu tanpa menoleh ke belakang. Ketika yang lainnya menyadari kepergian Rindu, mereka berempat berlari menyusul Rindu namun Rindu telah menghilang dalam laju taksi kuning yang berhasil dicegatnya ketika keluar dari ujung jalan rumah Satria. Dalam perjalanan pulang ke rumah, Rindu membungkukkan tubuhnya dan menangis terisak yang membuat sopir taksi sesekali menatapnya melalui kaca spion sambil menyimpan segudang tanya yang disimpannya dalam hati.

Sesampainya di rumah, hal pertama yang ingin dilakukan Rindu adalah pergi ke kamarnya dan membaringkan tubuh di ranjangnya yang empuk lalu tidur yang lama sekali dan berharap semua kekacauan yang dialaminya selama seminggu belakangan ini hanyalah sebuah mimpi buruk. Ketika Rindu membuka mata keesokan harinya maka semuanya akan kembali normal dan ia hanya akan sibuk memastikan segala persiapan pernikahannya dengan Satria berjalan lancar.

Rindu membuka pintu rumahnya, berharap untuk mendapatkan kesunyian karena seingatnya ayahnya sedang keluar kota dan biasanya ibunya di siang hari seperti ini sibuk bersosialisasi bersama teman-temannya. Namun ternyata di ruang tamu telah menunggu sang ayah yang duduk menantinya dan menatapnya penuh selidik tanpa sepatah kata pun meluncur keluar dari bibirnya yang terkunci rapat.

"Papa, sudah pulang? Sejak kapan?" Rindu cepat mengusap matanya yang masih terlihat sembab sambil berusaha sebisanya menampilkan wajah ceria.

Sang ayah menarik napas panjang dan melipat surat kabar yang sedari tadi dipegangnya tanpa sebaris kalimatpun berhasil menarik perhatiannya untuk berkonsentrasi membaca baris selanjutnya, "Rindu, tolong kamu duduk dulu di sini, Nak, ada yang ingin Papa bicarakan denganmu."

"Hmm.. Pa, bisa tolong nanti malam saja ya bicaranya? Rindu lelah sekali saat ini." Senyum di wajah Rindu menghilang dan kelelahan sungguh tergambar di wajahnya yang polos dari sentuhan make up karena tadi pagi terburu-buru berangkat dari Bali supaya bisa cepat bertemu dengan Satria. Ditambah lagi acara perburuan jodoh agar pernikahan tetap dapat terlaksana sesuai jadwal dan kenyataan yang baru diketahuinya tentang Satria telah menguras Rindu secara emosional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun