Mohon tunggu...
dabPigol
dabPigol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nama Panggilan

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kaliku Kini Keruh

12 Januari 2019   12:36 Diperbarui: 12 Januari 2019   12:51 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kali Luk Ulo. Dokpri

Kali ini bukan soal air. Mengalir dari hulu ke hilir, lewati celah bebatuan. Berkelok gemulai, bak sanca berjalan melenggak-lenggokkan badannya. Menyusuri perbukitan berbatu purbakala nan menawan hati dan iba. Ada ginggang dan kecubung wulung yang langka. Entah apa lagi yang ada di taman bumi Karangsambung jadi pesona para ahli. Mungkin masih mencari, pintu-pintu gerbang dunia lain. Benua yang tenggelam di dasar samudera raya, konon bernama Atlantis seperti dongeng Imajinatif. 

Namamu begitu melekat di benak dan sanubari ini. Dia sahabat karib sejak kecil. Kaya, melimpah ruah di musim penghujan. Engkau tetap sahabatku yang baik untuk uji nyali. Terjun dari pohon tinggi, melayang bak burung Sriti..dan byuur. Kulakukan itu berkali-kali tanpa rasa takut tersakiti. Terbawa arusmu yang melambai. Agar esok dan lusa kembali lagi. 

Engkau lembut menggapai tubuh-tubuh mungil, menyambut nyanyian riang anak-anak pereng kali. Menyelami dasar berselimut pasir lembut. Abrasi alami, dialektika yang engkau pahami. Beragam ikan dan udang kau tawarkan untuk menu kami sehari-hari. Hampala bergurat merah cerah. Atau keting pipih dan udang galah berkaki jenjang. Semua tawaranmu kuterima dengan senyum bahagia. Meski aku harus bersedia dihadiahi pukulan rotan berkali-kali di sekujur tubuh karena bermata ikan, merah membara. 

Penghujan atau kemarau engkau tetap memesona. Sewaktu pohon Kendal berbunga dan tak seberapa berubah jadi buah. Makanan kesukaan burung Kathik berbulu hijau lebat seukuran Jalak Bali. Anak-anak bersuka ria melihat kelincahan tubuhmu di ujung dahan tertinggi jelang waktu senja. Atau saat fajar mulai menyingsing. Mewarnai dunia berbinar seringai jingga. Memang nadamu monoton, tik...tik..tik. Sesekali kami mengintai tarianmu dengan ketapel terjulur. 

***

Pagi ini ia kembali ke peradaban manusia. Lebih dari tiga tahun bertapa di tengah keramaian kota. Bejo tak seberuntung namanya. Ia terjerat jaring cinta segitiga yang membuat dirinya tergila-gila menaklukkan Lovella.  Perawan Desa pemilik rumah bernyanyi, Ginggang Mustika. Singkat cerita, Bejo berebut cinta Lovella dari genggaman Jawara yang ternyata pacarnya. Gara-gara nyaris meregangkan nyawa Jawara dalam duel cinta, Bejo masuk penjara yang ada di tengah kotanya. 

Bejo kami salami begitu keluar dari gerbang pertapaan itu. Kulit tubuh dan pandangan mata  lebih bersih dari sebelumnya. Ia telah kembali ke habitatnya, berbaur dan bergaul bebas  dengan semua orang. Satu yang hilang, tertawa renyahnya.

Kami melewati sejumlah orang yang tengah menumpahkan rasa. Ada tangis bahagia, ada juga yang berpelukan seolah tak ingin lepas. Tapi Bejo seolah tak pedulikan semua itu . Ia melangkah cepat ke arah belakang penjara. Kali yang sangat mengusik pikiran di hari-hari terakhir menghuni pertapaan. 

Bejo duduk termenung, lalu ia lemparkan ranting bambu kering ke dalam aliran kali. Untuk yang kesekian kalinya ia masih melakukan itu. Tiba-tiba dari dalam air muncul suara menyembul yang sangat kuat. Matanya tak berkedip, terus menatap sesuatu yang ingin dipastikan. Lalu...terdengar suara binatang yang beriringan dengan suara lain yang tak kalah kerasnya. Bejo terus menatap suara-suara tadi tanpa berkedip. 

Dor...dor...dor , berkali-kali suara itu berdesing di kiri kanan telinganya. Laki-laki itu tak bergeming dan terus menatap ketika sejumlah polisi dan tentara memuntahkan peluru dari senjata laras panjang. Pasukan itu tengah berburu buaya muara yang meresahkan warga di sepanjang pinggir kali. Beberapa jaring kawat yang dipasang petugas di beberapa tempat untuk mencegah pergerakan buaya ke arah hulu telah rusak. 

Bejo memang pernah bekerja di penangkaran buaya sebelum dirinya masuk penjara. Ia punya kemampuan supranatural mengintimidasi buaya muara untuk berkumpul di satu titik yang dikehendaki. Dengan cara tertentu yang hanya dipahami lelaki itu, buaya-buaya tadi dikondisikan untuk saling serang dan berakhir kematian. Dan itulah perintah yang diterima Bejo beberapa minggu sebelum hari kebebasannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun