Mohon tunggu...
dabPigol
dabPigol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nama Panggilan

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Asyiknya Menjadi Relawan Kemanusiaan, Mengenang Perjalanan Dua

20 September 2018   17:16 Diperbarui: 20 September 2018   17:49 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Ketua Bidang Relawan PMI Pusat, Bp. H. M. Muas (kiri penulis) di TKRN PMI 2013 Malang. Penulis memakai ikat kepala.

Jangan pernah memandang dunia dari sisi hitam dan putih. Karena di sana ada sisi abu-abu yang mungkin tidak pernah kau bayangkan.

Mewarnai kehidupan dengan beragam warna jauh lebih mengasyikkan dari pada satu atau dua warna dominan yang bisa menjebak kita dalam pusaran tak bertepi. Jika kita ingin mendalami sesuatu, lakukan tanpa ragu. Yakini langkah itu akan maju dan membawa ke tujuan yang sebenarnya.

Menjadi relawan kemanusiaan, khususnya di Palang Merah Indonesia (PMI) adalah  panggilan jiwa   sebagai mana dilakukan oleh para pendahulu sebelum dan di sekitar Proklamasi Kemerdekaan. Dan sesuai dengan tugas utamanya, PMI membantu pemerintah di lapangan kemanusiaan.

Dalam KBBI daring dijelaskan bahwa arti membantu adalah memberi sokongan (agar menjadi) lebih kuat. Hal yang menjadi dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Yakni Prinsip Dasar Kemanusiaan, memberikan pertolongan kepada yang lemah akibat peperangan atau bencana alam. Karena itu, PMI memiliki relawan yang mampu melakukan tugas pertolongan pertama (dulu P3K) dan kebencanaan. 

Selama ini, pasca Indonesia Merdeka, pemaknaan tugas membantu Pemerintah disalahartikan sebagai bagian tugas sebagai penyelenggara negara atau Badan seperti BNPB. 

Kesalahan arti ini membuat PMI seolah-olah merupakan lembaga yang boleh diatur oleh pemerintah. Apalagi sejak diresmikan pendiriannya sebulan setelah Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan (17 September 1945), PMI diketuai oleh Moch. Hatta yang juga menjabat Wakil Presiden. 

Semestinya, PMI adalah Perhimpunan Nasional yang netral dan mandiri. Tidak dicampuri urusan lain , khususnya politik kekuasaan baik yang dilakukan oleh Pemerintah. Apalagi oleh partai politik yang sangat diragukan mampu menjaga amanat dalam Prinsip Dasar Kenetralan. 

Sejak Orde Baru berkuasa, PMI diketuai oleh orang-orang yang ada dalam pusaran kekuasaannya. Dampaknya, lembaga kemanusiaan itu terbawa suasana yang muncul di pusaran itu sampai sekarang. Meskipun ada Kepres 25 Tahun 1950 yang menjadi payung hukumnya, PMI tetap sulit melepaskan dirinya dari pusaran kekuasaan pemerintah.

Artinya, harus ada payung hukum yang lebih tinggi dari Kepres yakni Undang-undang agar mampu memenuhi syarat sebagai Perhimpunan Nasional sesuai 7 Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. 

Undang-undang Kepalang-merahan memang sudah disetujui pada akhir tahun lalu setelah mendapat tekanan keras dari para sukarelawannya yang militan dan masyarakat internasional, khususnya Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Dalam prosesnya yang sangat lambat, sejak diusulkan oleh Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta untuk korban penembakan yang dikenal sebagai  Tragedi Trisakti 1998 . 

(Bersambung) sampai 

Prof. Dr. drh. Djokowoerjo Sastradipradja

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun