Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Cinta, Rindu dan Baper di Tengah Pandemi

11 Juni 2020   06:48 Diperbarui: 11 Juni 2020   06:58 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hadirnya si mungil tak kasat mata berukuran kurang dari tiga mikron merata di seantero dunia. Corona Virus yang datangnya begitu mendadak, menunda banyak aktivitas, rencana, asa dan cita-cita. Tetiba, semua orang harus waspada dengan jaga jarak aman. Bertutup wajah jika ingin keluar rumah. Bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Senantiasa mengikuti protokol kesehatan dan pola hidup bersih sehat. Terhenyak, bingung, sedih, was-was dan baper sulit dihindari. 

Suara riuh dan celoteh manja khas anak-anak setiap akhir pekan yang terus terngiang adalah rindu terbenam dalam benak. Juga  wajah-wajah kusut orang dewasa saat menghadapi situasi sulit atau kelelahan berpikir. Apalagi untuk wujudkan rencana menggiatkan kembali program pemasalan di sekolah dan madrasah agar memuluskan jalan jika 2032 jadi tuan rumah pesta insan olahraga sedunia. Semuanya harus berhenti, entah sampai kapan.   

Mereka, tak hanya membuat cintaku pada olahraga otak bernama Contact Bridge ini mengikis sinisme orang-orang dewasa yang tak paham manfaatnya.  Hanya karena terjebak stigma kartu sebagai alat. Sementara Ustadz Wijayanto justru menjadikan media utama atau kartu remi itu justru jadi cenderamata perjalanan ke luar negerinya. 

Berpikir adalah bagian kehidupan yang biasa dilakukan oleh manusia pada umumnya. Namun tidak banyak orang yang terbiasa berpikir sistematis suka akan olahraga otak. Apalagi Contact Bridge yang harus dilakukan berpasangan dan berdasarkan teori berbagai sumber pengetahuan. Utamanya matematika dan banyak turunannya. Manajemen dan psikologi tentu saja.

Cinta kata orang-orang datang dari mata turun ke hati. Cintaku pada olahraga otak ini tidak dari mata yang melihat orang-orang bermain. Tapi muncul dari rasa penasaran membaca rubrik olahraga harian Kompas hampir empat dasawarsa lalu yang selalu hadir di akhir pekan. Di Kota Gudeg kukenal dan di tanah lahir kemudian mendalaminya. Bapak Karman Hidayat yang lebih dikenal dengan panggilan akrab Koh Chin Sien yang saat itu telah jadi legenda pecatur, membimbing dan memberikan bahan-bahan bacaan yang disusun oleh Tan Eng Kie. 

Seperti cerita cinta sejati yang penuh liku dan romansa, pasang surutnya tak terhindarkan. Ada saja alasan yang acapkali membuat baper saat mengenangnya. Haru, rindu, gemes dan beragam rasa campur aduk seperti gado-gado lengkap. 

Lingkungan sekolah dan pengajaran pada umumnya memang jadi media pengembangan cabang olahraga tak populer ini. Apalagi dalam upaya menggali potensi prestasi atlet masa depan. Usia 6 - 10 tahun adalah usia emas pencarian dan pemupukan bibit unggul. Pada rentang usia tersebut pemberian nutrisi otak kiri yang mengasah logika dan olah rasa bagi otak kanan dapat diberikan dalam porsi ideal. Dengan pendekatan bermain, mereka dapat dirangsang potensi kecerdasan intelektual dan sosialnya. 

Dengan pengamatan langsung sekira setahun kepada lima peserta les privat berusia 6 - 7 tahun, kemampuan serap ilmu menghitung sampai angka 30 rerata di atas 80%. Daya serap dan kecepatan hitung baik tambah, kurang, kali dan bagi dalam rentang waktu yang terus diturunkan dari 15, 10 dan 5 detik sesuai porsi usia. Anak yang antusias belajar Bridge cenderung lebih baik daripada yang kurang atau tidak berminat.

Belajar mengasah kecerdasan intelektual dan emosional. Dokpri
Belajar mengasah kecerdasan intelektual dan emosional. Dokpri
Hasil pengamatan tadi telah dipresentasikan kepada satu Kepala SD yang banyak terdapat peserta les privat yang diasuh istri saya. Ada rasa penasaran yang terpancar di wajahnya. Selama ini, Bridge yang identik dengan kartu Remi cenderung berkesan negatif. Dengan pemaparan yang cukup sederhana dan sedikit demo untuk menyakinkan, beliau berharap agar Pada tahun ajaran 2020/2021 bisa jadi materi ekstra kurikuler di sekolah itu. Dan 12 April lalu semestinya hasil pengamatan itu juga akan dipresentasikan di tengah acara workshop bagi para Kepala Sekolah/ Madrasah se Jawa Tengah di Semarang oleh PB Gabsi. Lagi-lagi Virus Corona menunda rencana yang sangat dinantikan penyelenggaraannya sejak Program Bridge Masuk Sekolah (BMS) diluncurkan tahun 2002.

Sejak pemerintah mengumumkan anjuran untuk bekerja, belajar dan beribadah di rumah pada pertengahan Maret lalu, semua rencana dan penyelenggaraan kegiatan olahraga di luar ruangan harus ditunda atau dihentikan. Begitu juga pekan olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua, Olimpiade Tokyo 2020 dan POR Wilayah IV Jawa Tengah (Porwil Dulongmas)  di Kota Pekalongan juga ditunda. 

Kerinduan berinteraksi dengan anak di berbagai tingkat pendidikan dan lingkungan sosial tak terelakan. Apalagi dengan para peserta Program Bridge Masuk Sekolah di SMP Negeri 2 Ambal yang dipilih oleh sekolah dari peringkat 1 sampai 3 baik Putri maupun putranya. Tentu tak bisa dilepaskan dari peran sang motivator, Mas Dwi Aries Prambasto yang telah mengorbitkan banyak atlet dari beragam cabang olahraga sampai tingkat nasional. Keseriusan mereka mendorong saya menyusun buku panduan praktis yang disiapkan pasca situasi normal benar-benar terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun