Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hadiah Buat Para Pemburu "Tikus"

9 Oktober 2018   23:40 Diperbarui: 10 Oktober 2018   02:23 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi grafik @katadata.com

Sebagaimana diberitakan  kompas.com Pemerintah telah menerbitkan   Pemerintah nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Besaran hadiahnya lumayan besar 10 - 200 Juta rupiah atau dua permil dari nilai kejahatan korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap. 

***

Korupsi diibaratkan dengan tikus. bergigi dan berkuku tajam. Bersifat merusak dan berkembang biak secara cepat.

Isu korupsi menjadi satu tuntutan utama gerakan reformasi yang diprakarsai kaum terpelajar di tahun 1998 tak hanya ingin menumbangkan rezim otoriter yang diwakili oleh Orde Baru. Tapi menata kembali kehidupan kebangsaan Indonesia yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaannya.

Dalam perjalanan selanjutnya, gerakan reformasi yang begitu dramatis dan mengorbankan banyak nyawa serta tak terhitung harta benda  itu justru menyuburkan perilaku koruptif di semua lini. Bukan hanya oleh penyelenggara negara, tetapi telah menyebar ke masyarakat luas. Perilaku permisif terhadap korupsi kian menjadi dan keberadaan lembaga anti korupsi, KPK, terus dilemahkan dari segala penjuru. 

***

Transparency International merilis indeks persepsi korupsi negara-negara di dunia untuk tahun 2017. Indonesia ada di peringkat ke-96 dari 180 negara  pada Kamis (22/2/2018).

Dalam hal ini, kebanyakan negara yang dipantau oleh lembaga internasional pemeringkat korupsi itu menyatakan bahwa tidak ada perkembangan berarti dari negara-negara yang dipantau dalam mengatasi tindak pidana korupsi di negara masing-masing. 

Indeks persepsi korupsi dari Transparency International menggunakan skala 0-100. Nilai 0 artinya paling korup, sedangkan nilai 100 berarti paling bersih. Peringkat pertama diduduki Selandia Baru dengan nilai 89. Nilai negara ini turun 1 poin dari tahun lalu. Sementara itu, peringkat terbawah atau 180 diduduki Somalia dengan nilai 9. Nilai negara ini turun 1 poin dari tahun lalu.

Lalu, di mana posisi Indonesia? Indonesia ada di peringkat ke-96 dengan nilai 37. Selain Indonesia, ada Brasil, Kolombia, Panama, Peru, Thailand, dan Zambia di peringkat dan nilai yang sama. Demikian yang dilaporkan oleh detik.com.

Dari keterangan di atas, sebagai warga Bangsa Indonesia, kita wajib prihatin. Persepsi publik tentang tindak pidana korupsi masih sangat negatif. 

Setidaknya kasus korupsi di Kota Malang Jawa Timur yang melibatkan Bupati dan hampir semua anggota DPRD -nya. Atau Kabupaten Kebumen yang harus dipimpin oleh Pelaksana Tugas (Plt) Bupati dan Sekretaris Daerah karena terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada kasus yang berbeda yang melibatkan sejumlah pejabat daerah, anggota DPRD maupun pihak swasta. 

Banyak kasus besar semisal BLBI, KTP elektronik yang nilai kerugiannya triliunan rupiah dan berdampak jangka panjang hanya divonis setara kasus-kasus pencurian dengan pemberatan yang sangat melukai hakikat kemanusiaan itu. 

Bahkan ada anggapan nyinyir buat para perampas kemerdekaan dan masa depan bangsa masih berhak atas asasi manusia -nya. Jika terhadap kasus narkoba dan terorisme pemerintah dan DPR berani membuat materi hukuman maksimal : pidana mati, mengapa korupsi yang juga termasuk dalam kategori extraordinary crime    alias kejahatan luar biasa atas nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki  justru (ingin) dilemahkan?? Ada apa di balik itu?

Usaha pemerintah memberikan apresiasi bagi pelapor adanya (dugaan) tindak pidana korupsi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) di atas memang layak diapresiasi. 

Tetapi mengingat syarat dan ketentuannya, ada kejanggalan. Pihak yang diberi tugas menyeleksi "calon penerima" penghargaan itu adalah penegak hukum (Polri dan/atau Kejaksaan). Sementara itu , persepsi masyarakat kepada dua lembaga penegakan hukum di Indonesia itu relatif rendah untuk kasus korupsi. Apalagi dalam masa kampanye Pemilu 2019, sangat mungkin publik akan mempertanyakan motivasinya. 

Jika mengikuti alur prasangka baik, usaha pemerintah memberikan apresiasi kepada para pemburu tikus uang rakyat tetap layak diacungi satu jempol. Soal jempol lainnya disatukan dalam genggaman tangan yang mengepal, Wallahu alam bissawwab.

(Mungkin bersambung).😂😂

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun