Mohon tunggu...
Toto Sukisno
Toto Sukisno Mohon Tunggu... Auditor - Berlatih Berbagi Sambil Tertatih, Menulis Agar Membaca, Membaca Untuk Memahami

http://bit.ly/3sM4fRx

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ajuan PSBB Berlaku Tingkat Nasional, Proaktif atau Reaktif?

12 April 2020   15:55 Diperbarui: 12 April 2020   16:39 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi covid-19 di Indonesaia hingga 11 April 2020 masih belum menunjukkan adanya penurunan kasus. Jumlah kasus positif terinfeksi covid-19 sampai dengan tanggal 11 April 2020 adalah 3.842 yang tersebar di 34 propinsi. Grafik penambahan jumlah kasus dalam setiap harinya membentuk trend polinomial berdasarkan fungsi waktu. Tentu ini sangat mengkhawatirkan dan mengerikan bila tidak ada upaya pengendalian jumlah kasus. Langkah awal pemerintah dalam merespon pandemi ini yaitu mengeluarkan himbauan social distancing atau pembatasan sosial yang bertujuan untuk mencegah penyebaran virus. Tidak berjabat tangan dengan teman, menghindari kerumunan, beraktifitas dari rumah merupakan contoh dari social distancing. Himbauan ini ternyata tidak begitu ditaati oleh masyarakat luas, Meski belajar dilakukan di rumah, ASN juga bekerja dari rumah, tetapi mall dan supermarket tetap ramai bahkan social distancing beralih menjadi social crowding akibat panic buying. Kebijakan social distancing menurut beberapa sumber, diilhami dari negara Koreal Selatan yang berhasil mengurangi jumlah kasus pandemi akibat menerapkan social distancing. Beberapa hari kemudia WHO merubah frasa social distancing menjadi physical distancing (jarak fisik), dimana himbauan ini tidak berarti secara sosial harus memutuskan dengan orang yang kita cintai, sehingga interaksi sosial tetap terjadi tetapi dengan jarak fisik yang dibatasi. Pergantian istilah dari social distancing menjadi physical distancing nampaknya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penambahan jumlah kasus, oleh karena itu beberapa pemerintah daerah mengambil inisiatif sendiri untuk merespon secara cepat guna menghambat laju penyebaran virus covid-19.

Respon pemerintah daerah yang berbeda-beda memerlukan adanya satu komando yang jelas dan tegas dari pemerintah pusat dalam menyikapi pandemi ini. Akhirnya tanggal 31 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengamini melalui pembubuhan tanda tangan guna mengeluarkan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar selanjutnya disingkat PSBB yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomer 21 Tahun 2020. Peraturan pemerintah ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Permenkes No 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB sebagai penjelasan operasional dari PP tersebut. PP No 21 2020 mengatur bahwa Menteri Kesehatan menetapkan PSBB berdasarkan usul gubernur/bupati/walikota atau Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan kriteria yang ditetapkan. Lebih lanjut dikatakan, dalam hal PSBB yang ditetapkan oleh Menteri, Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan memperhatikan UU No 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan.

Saat ini pemerintah daerah yang sudah secara resmi melaksanakan PSBB adalah DKI Jakarta, sementara daerah lain yang turut mengusulkan PSBB sebagaimana dikutip dalam situs https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/10/070400265/ikuti-jakarta-berikut-5-wilayah-yang-ajukan-psbb-mana-saja- diantaranya: Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok dan Tangerang Selatan, sedangkan menurut https://kumparan.com/kumparannews/daftar-daerah-yang-sudah-mengajukan-psbb-ke-kemenkes-1tCM5HIbWDx selain BODETABEK dan Tangerang Selatan, wilayah lain yang ikut mengajukan PSBB yaitu Malang, Tegal dan Fakfak. PSBB di DKI Jakarta efektif diberlakukan mulai tanggal 10 April 2020, oleh karena itu efek kebijakan tersebut belum dapat dilihat hasilnya. Langkah cepat Gubernur DKI Jakarta dalam menerapkan PSBB merupakan sebuah keniscayaan mengingat jumlah kasus yang ada di DKI Jakarta kurang lebih 51% dari jumlah kasus nasional, oleh karena daerah lain seperti Jabar (11%), Banten (8%), Jatim (7%) dan wilayah lain yang memiliki persentase di atas lima persen sudah semestinya mengambil langkah terukur yang cepat guna menghambat laju penyebaran covid-19 ini.

Tanggal 7 April 2020, Tim Ahli dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI mengusulkan ke pemerintah dalam forum yang dihadiri Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menkes, Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Sekretaris Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, seluruh Deputi dan Staf Ahli Menteri di Kemenko PMK, staf khusus PMK dan para pakar dari sejumlah perguruan tinggi untuk menerapkan PSBB secara nasional guna mengantisipasi ledakan jumlah kasus yang masih mungkin terjadi. Menyikapi kondisi saat ini, pemerintah pusat sangatlah berhati-hati dalam menentukan kebijakan yang bersifat nasional mengingat jumlah sebaran kasus pandemi covid-19 berbeda-beda di setiap wilayah/propinsi, apalagi kebijakan ini akan memberikan dampak secara ekonomi maupun sosial. Kita semua harus maklum, bahwa banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam menyelesaikan permasalahan pandemi covid-19. Langkah yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan, tetapi tidak harus reaktif dalam menyikapi kasus pandemi covid-19. Ingat, membunuh satu ekor tikus dalam rumah, tidak harus dengan membakar rumah tersebut, begitu pun laju pertumbuhan ekonomi tidak boleh dilakukan dengan abai terhadap nyawa seorang manusia. So, apakah apakah ajuan PSBB nasional itu reaktif ataukah proaktif? Mungkin pembaca dapat menyimpulkan sendiri. Mari kita semua berdoa agar pandemi ini segera Alloh berikan solusi. Aamin. Mudah-mudahan bermanfaat...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun