Mohon tunggu...
Toto Sukisno
Toto Sukisno Mohon Tunggu... Auditor - Berlatih Berbagi Sambil Tertatih, Menulis Agar Membaca, Membaca Untuk Memahami

http://bit.ly/3sM4fRx

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

LKS: Upaya Menuju SMK Bisa, Siswanya Bisa (Apa)?

28 Oktober 2019   17:51 Diperbarui: 28 Oktober 2019   19:06 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lomba Kompetensi Siswa (LKS) merupakan sebuah event yang diselenggarakan dengan  tujuan salah satunya untuk meningkatkan citra Sekolah Menengah Kejuruan dan mempromosikan perkembangan kualitas performansi kerja yang dimiliki siswa. LKS dilaksanakan secara berjenjang mulai dari di tingkat Kabupaten, Propinsi dan Nasional, dimana pemenang lomba setiap jenjang akan dikirim untuk mewakili jenjang di atasnya artinya pemenang LKS di Kabupaten akan mewakili daerahnya untuk mengikuti LKS tingkat propinsi,  pemenang LKS tingkat provinsi akan mewakili propinsinya untuk mengikuti LKS tingkat nasional, sedangkan pemenang LKS tingkat nasional akan dikirimkan sebagai delegasi Negara Indonesia di ajang kompetisi tingkat internasional baik melalui ASEAN Skills Competition (ASC) maupun Word Skills Competition (WSC).

Beberapa tahun terakhir ini, saat saya diberikan kesempatan untuk menyaksikan secara langsung prosesi LKS baik di tingkat Kabupaten, Propinsi maupun Nasional, tak terasa mata ini sembab karena terharu melihat anak-anak saya yang ternyata memiliki etos kerja, semangat dan daya juang yang luar biasa. Memang, anak-anak yang dikirimkan untuk mengikuti LKS ini adalah anak-anak pilihan yang sudah barang tentu memikiki kemampuan di atas rata-rata dari teman di sekolahnya, tetapi tidak bisa dipungkiri anak-anak SMK ini memiliki potensi yang sangat mumpuni.

Saya sendiri adalah produk SMK yang tentunya sudah sedikit banyak mengetahui dapur SMK ditambah pernah membantu juga menjadi guru di SMK. Tentu pernyataan tersebut tidak bermaksud untuk mendeklarasikan saya memiliki potensi yang mumpuni, tetapi hanya ingin menegaskan bahwa anak-anak SMK ini memiliki potensi yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Tidak bisa dipungkiri, bahwa anggapan masyarakat terhadap SMK sebagai pendidikan second class hingga saat ini masih melekat dengan kuat. Anggapan masyarakat tersebut tentu bisa dimaklumi mengingat data yang direlease oleh BPS (Badan Pusat Statistik) per Februari 2018, tingkat pengangguran SMK sebanyak 8,92% sementara lulusan SMA 7,19% bahkan di bulan Agustus 2018 pengangguran SMK naik menjadi 11,24%. Pertanyaannya, mengapa pendidikan SMK dengan potensi siswanya yang luar biasa justru menyumbang angka pengangguran lebih tinggi dibandingkan SMA? Apakah lulusan SMK tidak siap pakai sehingga perusahaan tidak mau menggunakannya atau akibat faktor individual siswa yang belum optimal dalam mengikuti proses pembelajarannya? Slogan "SMK Bisa" yang sering didengungkan oleh Direktorat Pembinaan SMK (DPSMK) apakah hanya sekedar jargon untuk menutupi ketidakberdayaan lulusan SMK?

Berdasarkan proses pengamatan dan beberapa sumber data yang diperoleh, dugaan awal penyebab lulusan SMK sebagai penyumbang angka pengangguran adalah disparitas kualitas antar SMK yang cukup besar. Menurut Data Pokok SMK Kemendikbud, jumlah SMK negeri dan swasta di Indonesia adalah 14.247 dengan rincian 3.612 SMK Negeri dan 10.672 SMK swasta. Dengan jumlah SMK yang sangat besar, tentu tidaklah mudah mengelola SMK agar memiliki standar kualitas kelulusan yang sama oleh karena itu pemerintah melalui DPSMK masih memiliki pekerjaan rumah yang sangat berat.

Apakah solusinya perlu dilakukan perampingan jumlah SMK atau perlu meningkatkan standar peralatan yang dimiliki oleh SMK sehingga sesuai dengan standar peralatan di industri atau ada solusi lain yang lebih baik? Solusi apapun yang akan dijadikan obat stigma terhadap SMK harus dipikirkan secara matang sehingga dapat menjadi acuan bagi yang diberi amanah untuk menahkodai DPSMK, sehingga slogan SMK Bisa akan diperharui menjadi "Lulusan SMK Bisa". Semoga ......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun