Kalammunyeng: Ketika Pena Berputar Menjadi Keris
Ijazah Jokowi: Sebuah Kalammunyeng Zaman Kini. Dalam lautan sejarah dan budaya Nusantara, kisah-kisah lama kadang muncul kembali bukan sekadar sebagai dongeng pengantar tidur, melainkan sebagai cermin untuk membaca zaman. Salah satu kisah yang menggugah adalah tentang Kalammunyeng, sebuah fragmen dalam Serat Centhini yang tampaknya fiktif, namun justru terasa sangat relevan dengan dinamika sosial-politik kita hari ini.
Kalam yang Berputar: Dari Pena Menjadi Senjata
Diceritakan dalam Serat Centhini, suatu ketika Sunan Giri---salah satu Wali Songo yang dikenal bijak dan tegas---melemparkan kalam (pena) yang sedang ia genggam. Namun yang terjadi sungguh tak disangka: kalam itu menjelma menjadi keris sakti, berputar seperti baling-baling---munyeng---dan menyerang para prajurit Majapahit. Banyak yang tewas. Sunan Giri sendiri terkejut dan menyesal. Kalam, yang seharusnya menjadi alat pencatat ilmu, justru berubah menjadi alat pembunuh.
Inilah yang disebut Kalammunyeng: pena yang berputar menjadi kekuatan destruktif. Ia adalah simbol dari bagaimana ilmu, tulisan, atau bahkan niat baik pun bisa berubah menjadi bencana ketika dilepaskan tanpa pertimbangan matang.
Tulisan dan Dokumen: Ketika Pena Menjadi Pedang
Dalam tradisi Nusantara, keris bukan sekadar senjata fisik. Ia menyimpan tuah, niat, dan energi pemiliknya. Demikian pula dengan kalam. Pena adalah alat untuk mencatat ilmu, mengabadikan pemikiran, dan membentuk sejarah. Namun, seperti keris, pena juga bisa melukai. Tulisan bisa memicu perubahan besar, menyulut polemik, atau bahkan meruntuhkan kepercayaan publik.
Dokumen adalah produk dari pena. Ia tampak sederhana, seringkali hanya selembar kertas. Tapi dalam situasi tertentu, dokumen bisa menyimpan kekuatan melebihi senjata. Ia bisa menjadi bukti, bisa pula menjadi bumerang. Ketika publik mempercayainya, ia menjadi dasar legitimasi. Tapi ketika diragukan, ia bisa menjadi pemicu krisis.
Ijazah Jokowi: Sebuah Kalammunyeng Zaman Kini
Dalam beberapa waktu terakhir, masyarakat Indonesia diguncang oleh polemik seputar ijazah Presiden Joko Widodo. Dokumen akademik yang seharusnya bersifat administratif itu, berubah menjadi obyek kontroversi yang menyita perhatian publik, memicu perdebatan sengit di ruang media, ruang hukum, bahkan ruang batin masyarakat.