Mohon tunggu...
Toto Prasetyo
Toto Prasetyo Mohon Tunggu... Penulis - Pria

Akan Sukses Pada Waktunya

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kontradiksi Kebijakan Tenaga Kerja di Indonesia sebagai Dampak Globalisasi Mengakibatkan Ketidaksesuaian dengan Salah Satu Tujuan SDGs

31 Oktober 2020   13:52 Diperbarui: 5 November 2020   20:06 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Istilah globalisasi sudah mulai terdengar pada tahun 1990an. Dimana Amerika memenangkan perang dingin atas Uni Soviet, kaum kapitalis atas kubu komunis. Istilah globalisasi sering digunakan dalam berbagai diskursus yang melibatkan ilmuwan dan media massa. 

Masa demi masa berganti seolah-olah tidak afdol jika tidak menggunakan istilah tersebut. Kata sakti ini digunakan sampai pada akhir pemerintahan Soeharto. Istilah globalisasi merujuk kepada kesatuan proses perubahan sosial, atau cara melihat hubungan sosial yang terjadi di dunia sebagai suatu kesatuan. 

Menurut Gary Teeple, globalisasi sebagai replusi yang terbentang tentang kontradiksi antara perluasan modal dengan bentuk sosial dan politk. Dimana istilah ini menggambarkan pergeseran tempat akumulasi capital dari level nasional yang mengarah pada level supra-nasional atau global.
Konsep ini juga dianggap sebagai kemenangan kapitalisme dimana masalah ekonomi mengatasi masalah politik, tuntutan perusahaan mengatasi kebijakan public, kepentingan swastamengatasi kepentingan umum, dan perusahaan trans nasional diatas Negara nasional. 

Jika merujuk pada teori diatas nyata saat ini bahwa di Negara Indonesia tercinta sedang mengalami suatu fenomena yang merujuk pada teori dari Gary Teeple tersebut. Dimana suatu produk kebijakan yaitu RUU Cipta Kerja yang dibuat oleh pemerintah lebih menguntungkan kepada pihak swasta atau perusahaan dibanding menguntungkan rakyat yang lebih membutuhkan. Pemerintah berdalih bahwa dengan adanya undang-undang cipta kerja tersebut diperlukan untuk memulihkan perekonomian, dengan  asumsi pelonggaran aturan kerja akan menarik investor masuk yang mendorong pembukaan lapangan kerja. 

Akar permasalahan pengangguran dan kurangnya lapangan kerja bukan karena kurangnya suntikan modal. Analisis ekonomi Fasisal Basri menyebutkan bahwa performa investasi di Indonesia sudah cukup baik, terbukti dari investasi yang terus naik. Tetapi serapan tenaga kerja di tanah air justru menurun. 

Kalau investasi terus menaik namun serapan tenaga kerja malah menurun sebenarnya apa yang akan terjadi jika disahkannya undang-undang cipta kerja ini? 

Tidak dapat dipungkiri bahwa aliran modal diperlukan untuk pembangunan, tetapi yang menimbulkan bahaya ialah pelemahan kelas pekerja dan penguatan oligarki. Indikasi penguatan oligarki terlihat dari 50 konglomerat Indonesia yang harta kekayaannya meroket pada saat ekonomi Indonesia melambat. Sebagian besar pundi-pundi mereka berasal dari bisnis perburuan rente dan koalisi dengan politisi. 

Bisnis pemburu rente mengejar keuntungan dengan cara utama melakukan produksi serta memanipulasi penyaluran sumber daya ekonomi lewat transaksi poitik dengan penguasa misalnya kongkalikong tender, perizinan, atau konsesi lahan ditambah hampir setengah anggota DPR periode 2019-2024 adalah pengusaha, pemegang saham, komisaris, hingga direksi di lebih dari seribu perusahaan yang mendominasi investasi di Indonesia. Pada akhirnya investasi yang terus naik tidak berdampak pada perbaikan lapangan kerja baik kuantitas maupun kualitas.

Investasi mengalir ke sektor yang penuh dengan penggunaan outsourcing, penggunakan tenaga kontrak tanpa batas, dan pemecatan sewaktu-waktu. Hal ini sangat merugikan pekerja kelas bawah dimana tidak sesuai dengan salah satu tujuan SDGS ke delapan yang telah disepakati yaitu pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi. 

Solusinya menurut saya ialah dibatalkannya RUU Cipta Kerja yang sudah merugikan pekerja kelas bawah, kemudian menyaring investasi yang masuk dipilah sesuai dengan kebutuhan masyarakat, pengetatan pengawasan terhadap segala bentuk investasi yang masuk, dan lebih baik merevisi aturan sebelumnya tentang ketenaga kerjaan yaitu Undang-undang No. 13 tahun 2003 karena tidak adanya aturan ketat terhadap perusahaan yang tidak membayar pesangon sesuai dengan aturan.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun