Mohon tunggu...
Topik Irawan
Topik Irawan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Full Time Blogger

Full Time Blogger

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Untung Rugi Penggunaan Cannabis Sativa

8 Februari 2020   05:56 Diperbarui: 8 Februari 2020   05:59 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemanfaatan ganja yang menuai pro kontra(dok:hellodokter.com)

Kosa kata ganja kini menjadi perbincangan, bukan tentang berita ditangkapnya pesohor yang ketahuan menghisap ganja namun usulan anggota DPR RI Komisi IV, adalah Rafly Kande yang merupakan anggota legislatif dari dapil Aceh 1, mengusulkan agar ganja menjadi komoditas ekspor. Tetapi pernyataan Rafly itu pun ditanggapi oleh Fraksi PKS sebagai pendapat kontroversial dan pribadi, selama ini Partai Keadilan Sejahtera malah dikenal sebagai partai yang menolak narkoba dan mendukung Badan Narkotika Nasional (BNN). Bahwa UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengkategorikan ganja sebagai narkotika golongan 1.

Ganja telah dikenal oleh peradaban manusia, ada di negara negara yang melarang penanaman ganja dan juga pemakaiannya, ada juga negara yang membolehkan penanaman ganja untuk keperluan medis. 

Setelah Rafly Kande bersuara tentang pemanfaatan ganja, di masyarakat Indonesia mulai terbelah, salah satu pihak yang termasuk pro untuk penggunaan ganja adalah Lingkar Ganja Nusantara, menurut ketuanya yakni Dhira Narayana "Negara kita bersikap mubazir, karena itu perjalanan panjang bermanfaat tapi kok kita menutup diri, kan menyia nyiakan sesuatu yang sudah diberikan."

Dari aspek hukum pun penggunaan ganja hingga saat ini mengaju pada Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988. Jika pun satu ketika misalnya ganja dilegalkan penggunaannya di negeri ini apakah juga dipikirkan efek yang akan terjadi, kandungan zat pada ganja adalah tetrahidrokanabinol dan pemakainya mengalami euphoria yang berkepanjangan, siapkah negara dalam hal ini menanggung beban biaya yang nantinya bisa saja dikeluarkan untuk merahabilitasi para pengguna yang telah kecanduan.

Kanada sebagai salah satu negara yang melegalkan ganja, mendapatkan keuntungan dikisaran 16 triliun namun di sisi lain ada rasa khawatir dari praktisi kesehatan di Kanada, yang berpendapat bahwa keuntungan dari pajak dan penggunan ganja diadu dengan kesehatan warga Kanada. 

Menarik juga untuk disimak pendapat dari Kepala BNN RI, Drs Heru Winarko SH yang mengatakan ganja tidak bisa dimanfaatkan untuk pengobatan, dibudidayakan serta digunakan. Selain itu ada fakta bahwa 63% pecandu narkotika itu adalah pecandu ganja.

Entah sampai kapan pro kontra tentang pelegalan ganja ini menjadi topik utama di masyarakat, Konvensi PBB tahun 1988 tentang Narkotika tentu saja tidak disahkan secara serta merta kalau tidak menimbang dampak buruk dari narkotika itu sendiri, meski memang ada unsur keekonomian jika ganja dilegalkan seperti apa yang Kanada rasakan dengan penghasilan milyaran rupiah, namun dibalik itu semua marilah kita juga pikirkan masa depan bangsa ini, seperti kita ketahui, banyak aturan ataupun Undang Undang yang berlaku di negeri ini, namun di ingat  juga bahwa setiap ada celah yang bisa digunakan, maka warga di sini akan melihat peluang tersebut.

Menimbang dan juga memilah perlu dengan akal sehat, jangan sampai nantinya dampak buruk dari penggunaan ganja malah lebih besar, saat ini pun ketika ganja belum dilegalkan tapi ternyata banyak kisah sedih para orang tua yang anaknya kecanduan ganja, harta benda habis karena ganja harus didapatkan dan itu pun bukan dengan harga yang murah. 

Semoga saja petinggi di negeri ini mampu berpikir jernih dan bisa berbuat arif untuk masalah ganja, jangan sampai menguber nilai keekonomian yang mungkin di dapat dari ganja, tetapi ada bahaya baru  yang mengintai negeri ini, inilah yang sebenarnya perlu diwaspadai, duit banyak tapi malah mudharatnya lebih banyak, buat apa sih?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun