Mohon tunggu...
Topik Irawan
Topik Irawan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Full Time Blogger

Full Time Blogger

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Runtuhnya Kejayaan Bisnis Kuliner di Jalur Pantura

9 Juni 2019   06:10 Diperbarui: 10 Juni 2019   01:09 5160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalur Pantura di Lingkar Lohbener Kabupaten Indramayu, Jumat (31/5/2019).|Tribuncirebon.com/Handhika Rahman

Jalur Pantura pernah menjadi jalur yang padat saat musim mudik lebaran, kendaraan yang melintas di jalan nasional ini pernah disebut sebagai yang tersibuk di negeri ini. Saking banyaknya volume kendaraan yang melintas acap kali jalanan menjadi rusak dan bergelombang, bahkan ada adigium bahwa Pantura menjadi proyek abadi karena saban tahun selalu ada perbaikan jalan terlebih menjelang waktu mudik lebaran.

Saat ini penulis sebenarnya sudah jarang menggunakan jalur Pantura, apalagi setelah hadirnya tol Cipali yang menghubungkan Cikopo di Purwakarta dan Palimanan di Cirebon, praktis jalur Pantura bukan jalan favorit lagi. Ditambah lagi mudahnya reservasi tiket kereta api menuju stasiun Cirebon melalui pembelian online itu, sehingga perjalanan ke kampung halaman menjadi singkat tanpa perlu melalui jalur Pantura.

Tahun ini ngejajal kembali jalur Pantura melalui kendaraan roda dua. Satu hal yang bikin pangling adalah suasana di sekitaran jalur Pantura, terutama redupnya kejayaan kuliner di pinggiran jalan Pantura. 

Dahulu sebelum beroperasinya tol Trans Jawa, sepanjang jalur Pantura mulai dari Subang hingga Indramayu dengan jarak yang relatif berdempetan ada deretan rumah makan yang siap melayani pembeli.

Dari warung kecil hingga restoran besar dengan kapasitas parkir yang mampu menampung puluhan bus, kalau istirahat di rumah makan tersebut pasti ada dua bagian ruangan makan. Kru bus disediakan tempat khusus, sedangkan penumpang di berikan ruang makan lainnya dengan cara prasmanan.

Ilalang dan rumput liar mengepung bangunan yang dulunya adalah rumah makan di jalur Pantura sumber: Republika/Fuji E Permana 
Ilalang dan rumput liar mengepung bangunan yang dulunya adalah rumah makan di jalur Pantura sumber: Republika/Fuji E Permana 

Cara menghitung makanannya adalah ada petugas khusus yang memutari meja dan melihat piring dan ia pun mencatatnya di kertas bon. Setelah usai makan kita ke meja kasir dan membayar makanan yang telah kita ambil.

Di masa jayanya jalur Pantura ada rumah makan legendaris seperti RM UUN, RM Markoni, dan RM Nikki. Hilir mudik bus-bus di jalur Pantura adalah denyut nadi jasa kuliner yang menghidupi ratusan pekerja.

Namun masa kejayaan rumah makan di pinggiran jalur Pantura nampaknya sudah berakhir, memang ada rumah makan yang masih beroperasi namun itu pun bisa dibilang dengan sepuluh jari.

Tak ada lagi rumah makan yang gemerlap bermandikan cahaya lampu dan jubelan pembeli serta parkiran mobil yang padat. Kini rumah makan tersebut kosong melompong, gelap, dan suram, hanya ada papan nama yang sudah berkarat sebagai penanda bahwa pernah ada di situ sebuah rumah makan.

Kalau suasana siang hari malah terlihat begitu jelas, rumah makan yang dahulunya megah, terlihat menyedihkan dengan tumbuhan ilalang, bangunan nyaris ambruk, dan tentu saja tidak terawat. Ternyata bisnis kuliner di jalur Pantura benar-benar sedang sekarat.

Dahulu sih kalau pulang mudik atau balik lagi ke Bekasi di malam hari banyak di temui rumah makan yang buka 24 jam dan terlihat juga"rumah makan" dengan kelap kelip lampu warna warni yang didepannya mejeng wanita dengan dandanan menor serta busana seksi. Lha pas pulang kampung di malam hari pemandangan tersebut sudah banyak menghilang, ke mana mereka ya?

Gerbang Tol Palimanan dengan antrian kendaraan(dokpri)
Gerbang Tol Palimanan dengan antrian kendaraan(dokpri)

Tol Trans Jawa tampaknya telah meredupkan pamor jalur Pantura, sebagian besar lebih memilih tol agar efisiensi waktu. Ada kalanya memang kejayaan menjadi senjakala dan jalur Pantura menjadi saksi betapa bisnis kuliner yang pernah begitu booming di jalur Pantura kini sepi bagai kota mati.

Namun ada juga analisis yang unik kenapa warung-warung di tepi jalur Pantura menjadi bangkrut, menurut mereka rumah makan yang gulung tikar itu kena tulah karena kerap nembak harga seenaknya. 

Apa yang dimakan sering nggak sesuai dengan harga yang ditetapkan, mahal katanya, padahal menunya juga seharusnya tak dibanderol dengan patokan yang tinggi, mungkin ada benarnya juga sih, karena penulis pun kerap mengalaminya juga hehe.

Selamat berlebaran. Minal aidzin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin. Itulah pengalaman mudik melewati jalur Pantura yang kini rumah makannya terlihat merana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun