Mohon tunggu...
Topaz Aditia
Topaz Aditia Mohon Tunggu... Musisi - Bohemian Thinker

Pemetik Dawai Dawai Lucu | Petualang Roda Dua | Peselancar Literatur | Arsenal FC

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bau Ketek Lebih Kejam dari Ibu Tiri

22 November 2022   07:43 Diperbarui: 22 November 2022   07:58 1358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: karya pribadi

Disclaimer: tulisan ini bersifat subyektif berdasarkan opini pribadi. Tanpa unsur diskriminatif, ujaran kebencian, atau menyudutkan pihak-pihak tertentu. 

November 2013, dalam gerbong KRL Jabodetabek (Commuter Line)di perjalanan menuju Stasiun Kota. Pagi itu mata saya tertuju pada sebaris stiker larangan yang menempel di dinding gerbong. Salah taunya bergambar ilustrasi buah durian yang dicoret dengan tulisan "Dilarang Membawa Benda Berbau Menyengat". Tiba-tiba terbersit di benak saya sebuah pertanyaan. Agak terdengar konyol namun, saya merasa harus menanyakan langsung kepada petugas yang berwenang. Saya putuskan untuk menyimpan pertanyaan tersebut sampai di stasiun tujuan. Setibanya di Stasiun Kota, saya bertanya kepada salah seorang yang terlihat sebagai salah satu staf KAI (Kereta Api Indonesia).

"Pak, maaf boleh tanya?", kata saya. 

"Oh, boleh mas, ada yang bisa saya bantu?", jawabnya.

"Saya tadi lihat ada stiker bergambar durian dicoret dengan kalimat '" Dilarang Membawa Benda Berbau Menyengat' dalam gerbong? ", ujar saya.

"Betul sekali, lalu?", respon dia.

"Pertanyaannya, kenapa orang yang keteknya bau tidak dilarang masuk? Kan sama-sama menyengat baunya?", tanya saya lagi.

Dia tampak sedikit terkejut sambil menahan tertawa mendengar pertanyaan saya.

"Sebaiknya anda tanyakan langsung kepada PT KAI via email atau call centernya. Mereka lebih berwenang untuk menjawab pertanyaan itu", jawabnya secara diplomatis.

Sebuah kalimat jawaban yang terkesan "main aman". Walau patut diapresiasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun