Dan, masih banyak negara yang pemimpinnya meminta maaf kepada rakyatnya karena upayanya belum berhasil dan membikin rakyat banyak yang meninggal dan mengucapkan belasungkawa. Padahal pemeruntahan mereka terbukti telah sigap dan disipilin menutup pintu masuk negaranya dari WNI atau WNA nya yang dari manca negara.
Sejatinya Wakil Presiden Ma'ruf Amin pernah mengungkapkan permintaan maaf. Namun pernyataan "maaf" itu ia ungkapkan saat memberikan imbauan agar perayaan Idul Fitri 2020 di rumah saja.
"Kami pemerintah mohon maaf karena memang bahaya belum hilang. Bahaya Corona ini belum hilang," kata Ma'ruf, Kamis (21/5/2020).
Miris, sejauh ini, belum ada permintaan maaf dari pemimpin NKRI dan ucapan belasungkawa karena ratusan ribu nyawa rakyat melayang akibat dari sikap dan kebijakannya. Lalu bikin peraturan dan kebijakan dari PSBB hingga PPKM pun berjilid-jilid.
Enak yang masih gajian dari uang rakyat
Siapa yang akan mengganti nyawa rakyat yang hilang? Bagaimana dengan anak-anak yang kehilangan orang tuanya? Bagaimana dengan pendapatan rakyat yang terus hilang? Sementara anggota pemerintah, parlemen, dan sebagian rakyat masih bisa hidup dengan tenang karena gaji sebagai PNS/ASN tetap jalan dari uang rakyat.
Sementara rakyat yang tak gajian harus terus membayar kewajiban pajak, menghidupi diri dan keluarga, membayar ini dan itu? Dari mana uang mereka?
Di sisi lain, di berbagai media massa, dengan enaknya para pemimpin hanya menunjuk dan bilang. Daerah ini, daetah itu hati-hati, coona masih tinggi.
Yang mengherankan, setiap hari ada laporan data kasus corona dari Gugus Tugas Covid-19, tapi diyakini oleh masyarakat, datanya tak pernah valid. Entah apa masalah dan maksudnya? Minta maaf ke daerah yang namanya dicatut sebagai kasus aktif tertinggi pun tidak.
Kira-kira, atas semua kondisi itu, akan kah terketuk hati pemimpin kita ini? Sebab, sejatinya banyak pihak berpendapat rakyat bisa menuntut pemerintah yang telah abai sejak awal terhadap corona. Terus menampilkan data tak valid, tak pernah meminta maaf dan belasungkawa atas meninggalnya ratusan ribu rakyat.Â
Begitulah suara rakyat yang mungkin memang tak terdengar atau tak kedengaran oleh parlemen dan pemerintah. Hingga mereka tetap percaya diri merasa tak bersalah. Sebaliknya membikin kebijakan yang membikin rakyat menderita akibat kesalahan yang dibuat oleh mereka sendiri.