Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Refleksi: Mudahnya Mengubah Peraturan, Baru Kandidat Doktor Pun untuk Iklan

24 Juli 2021   10:37 Diperbarui: 24 Juli 2021   17:09 5655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbagai persoalan di Indonesia, tentu apa pun solusi dan pemecahannya, sering kali malah justru menambah polemik.Dalam urusan corona misalnya menyangkut PPKM Darurat yang berganti istilah PPKM Level 4, kini buntutnya terus mengemuka persoalan komunikasi pejabat yang bikin rakyat bingung.

Dalam urusan peraturan, juga mencuat polemik, saat pemerintah bikin kesalahan dan dikritisi masyarakat, seperti kasus Rektor UI yang rangkap jabatan, bukannya meredakan masalah dan mengakui salah, Presiden malah bikin peraturan baru yang sangat terkesan membela sang rektor. Ironisnya, si rektor malah mengundurkan diri dari rangkap jabatan, tentu saja karena alasan yang bisa dimengerti oleh rakyat, tapi sungguh tak berterima kasih kepada pemerintah yang telah membelanya.

Sebelumnya, dalam bidang akademik, rakyat juga dibikin melongo karena adanya kasus akal-akalan pemberian gelar profesor kehormatan.

Lebih miris lagi, dunia akademik juga dibikin prihatin dengan adanya tempelan gelar akademik yang belum sah, yang nempel di bawah nama sumber yang banyak beredar dalam promosi seminar daring sejak corona hadir.

Jabatan profesor yang benar

Sebab Indonesia terus dilanda pandemi komunikasi buruk yang dicontohkan justru oleh pejabat pemerintah, maka pada kesempatan ini, saya coba mengangkat kasus jabatan profesor dan adanya gelar profesor kehormatan itu duduk persoalannya ada di mana? Pasalnya, masyarakat awam, gelap terhadap kasus dan persoalan semacam ini, tapi gelar profesor kehormatan terus saja ada di Indonesia, meski sudah jelas, profesor itu jabatan, bukan gelar!

Sepertinya, bila merujuk pada peraturan, nampak bahwa gelar profesor kehormatan itu, juga seperti sekadar akal-akalan pemerintah saja agar ada sosok yang bisa diagungkan di masa rezimnya agar disebut profesor dengan cara memberi gelar profesor kehormatan.

Agar tidak salah paham dan salah mengerti dan membikin rakyat bingung, sebenarnya profesor itu apa?

Dari literasi yang ada, juga sudah terpublikasi di berbagai media massa, pertama profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor. Kedua, profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.

Selain itu, kata profesor berasal dari bahasa Latin yang maknanya seseorang yang dikenal oleh publik berprofesi sebagai pakar. Dalam bahasa Inggris: Professor, disingkat dengan prof, adalah seorang guru senior, dosen dan/atau peneliti yang biasanya dipekerjakan oleh lembaga-lembaga/institusi pendidikan perguruan tinggi atau universitas.

Karenanya, di Indonesia, jabatan Profesor merupakan jabatan fungsional, bukan gelar akademis. Hal ini didukung oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Butir 3, yang menyebutkan bahwa guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun