Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hakikat Kritik untuk Kebenaran dan Kebaikan

1 Juli 2021   00:28 Diperbarui: 1 Juli 2021   05:20 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Hakikat kritik adalah untuk kebenaran dan kebaikan. (Supartono JW.30062021)

Memperbaiki diri, keluarga, masyarakat, hingga bangsa dan negara tidak hanya berhenti pada kritik, masukan, saran yang tidak ada tindakan dan penyelesaian. Apalagi bila hanya ditimpali nyinyiran yang hanya semakin memperkeruh suasana dan cenderung memecah belah bangsa dan disintegrasi bangsa.

Kini, di Republik ini, atas kondisi yang dianggap terus timpang, ada kritikan dari mahasiswa kepada pemimpin negeri melalui media sosial (medsos). Masyarakat yang cerdas juga tentu tahu latar belakang, mengapa mahasiswa mengkritik pemimpin negeri melalui medsos.

Kritik dibalas peretasan, pengalihan isu?

Melalui tayangan televisi, pemimpin negeri juga sudah menanggapi dengan santai atas kritik mahasiswa kepada dirinya. Namun, belum lagi kritikan ditanggapi dan direspon dengan obyektif, sesuai masalah dan fakta yang secara substansif ada dalam kritikan, malah sudah ada respon cepat bernama peretasan terhadap akun medsos individu para mahasiswa yang menjadi bagian dari pengkritik pemimpin itu.

Meski tidak dapat dipastikan, apakah peretas dari pihak negara atau swasta, tetapi nampaknya banyak pihak yang berpikir bahwa peretasan sendiri menjadi bagian dari skenario dan sandiwara untuk mengalihkan isu kritik yang sebenarnya.

Di sisi lain, di Republik ini, kini setiap saat ada beberapa warganet yang nyinyir di medsos terutama di Tiwtter dan bangga  ketika nyinyirannya lantas diretweet, dikutip tweet, dan disuka oleh followers. Lalu, di kutip oleh berbagai media massa untuk dijadikan bahan gorengan berita.

Herannya, warganet dan media massa ini masih dibiarkan terus nyinyir dan menayangkan berita. Nampak mereka memang sengaja diberikan ruang oleh medsos bersangkutan dan media massanya juga sengaja dibebaskan, padahal dari setiap twitt dan pemberitaannya benar-benar hanya nyinyir, terus memancing kisruh dan mengancam perpecahan anak bangsa.

Malah warganet ini, mungkin menyadari bahwa dirinya sudah menjadi social justice warrior, atau lebih populer disebut SJW, yaitu pejuang keadilan sosial yang merujuk kepada seseorang yang aktif memperjuangkan keadilan sosial di Twitter, meski kondisinya terbalik dan hanya menjadi sumber masalah bagi masyarakat.

Tapi, tanpa malu, malah bangga menjadi selebtwit, selebriti Twitter, karena memiliki banyak followers yang satu gerbong dan terkenal bak selebriti di jagat Twitter. Dan, bisa jadi, mereka adalah buzzer, yaitu lonceng atau alarm. Namun arti buzzer di Twitter adalah akun-akun yang dibayar untuk membahas dan meramaikan topik tertentu.

Banyak masyarakat yang mendukung kritik mahasiswa kepada pemimpin negeri, sebab substansi kritik memang dianggap bisa dibuktikan dengan fakta dan data. Namun, buzzer terus beraksi dan nyinyir. Malah, berupaya menggoreng kritik dengan isu dan mengkaitkan dengan peristiwa lain agar seolah satu gerbong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun