Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Refleksi, SSB Partner Sekolah Formal, Bukan Tempat Main-main?

27 April 2021   21:43 Diperbarui: 27 April 2021   22:24 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Supartono JW

Untuk itu, bulan ini adalah saat yang tepat untuk setiap SSB merefleksi dan mengavaluasi diri khususnys tentang faktor internal dan eksternalnya.

Lupakan dulu menyoal regulasi dan afiliasi dari federasi, tetapi setiap SSB wajib membenahi manajemennya. Manajemen SSB harus kuat dan standar, sehingga tidak mudah bagi pengurus dan pelatih bertindak tak sesuai aturan manajemen. Jangan lucu, ada SSB yang bermasalah karena diacak-acak oleh pelatih.

Bila di sekolah formal, ada Direktur, Kepala Sekolah, Bidang Kurikulum, Bidang Kesiswaan, Bidang Prasarana dll, lalu ada guru dan staf Tata Usaha (TU), maka pelatih di SSB itu sama dengan guru di sekolah formal. Jelas aturan tentang kedudukan jabatan secara manajemen. Ricek lagi pelatih yang bekerja di SSB. Apa memenuhi kriteria dan standar karena harus mengampu dan mendidik anak usia dini.

Berikutnya, dari faktor eksternal, SSB wajib tegas kepada orang tua dan siswa yang tak mentaati peraturan. Setop dan keluarkan siswa yang orang tuanya neko-neko, mementingkan diri sendiri, tak simpati, miskin empati dll. Apalagi tipikal orang tua yang bakat menjadikan anaknya sebagai siswa SSB seribu bendera.

Sepanjang pengamatan saya, ada SSB hebat dan hingga sekarang masih bertahan melakukan pembinaan dan pelatihan sejak awal nama SSB digaungkan tahun 1999, karena internalnya kuat dan sangat ketat dari ancaman faktor ekternal.

SSB seperti itu, tak butuh siswa yang orang tuanya neko-neko dan imbasnya membuat mental anaknya tak berkembang dengan benar.

SSB bersangkutan juga tak segan menyetop kerjasama dengan pengurus, staf, dan pelatih yang tak taat peraturan.

Harus disadari, tatkala sekolah formal masih bermasalah hingga pendidikan di Indonesia terus terpuruk, SSB sebagai sekolah nonformal dan sangat digemari oleh anak-anak usia dini dan muda, juga wajib berbenah secara internal dan ekternal, agar anak-anak usia dini dan muda sebagai pondasi generasi penerus bangsa tak tambah terpuruk. Wajib dibina, didik, dilatih intelektualnya, sosialnya, emosionalnya, analisisnya, kreatif-imajinatifnya, dan iman (ISEAKI) oleh tangan yang benar dan tepat. Begitu pun dalam hal teknik, intelegensi, personaliti, dan speed (TIPS) sebagai pesepak bola. 

Jadi, SSB adalah partner sekolah formal yang keberadaannya sangat representatif dan melengkapi pendidikan anak usia dini dan muda Indonesia. Bukan tempat main-main. Kecuali tak pakai embel-embel sekolah, apalagi gaya-gayaan soccer-socceran, akademi-akademian, hingga diklat-diklatan. Hmmm.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun