Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Refleksi, SSB Partner Sekolah Formal, Bukan Tempat Main-main?

27 April 2021   21:43 Diperbarui: 27 April 2021   22:24 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Supartono JW

Selama ini, banyak fakta, di dalam SSB sendiri, antara pendiri, pembina, dan pelatih, hingga manajemen hanya sekadar tempelan karena banyak yang tak memenuhi standar. Akibatnya, keharmonisan di dalam internal sendiri tak terwujud. Manajemen tak jelas dan tak kuat, kalah oleh sikap pelatih atau pengurus, hingga di mata orang tua dan siswa, SSB pun tak ada wibawa. Rasanya bila saya ungkap semua persoalan akan panjang sekali mengisahkannya. Tetapi simpulnya, atas kondisi demikian, maka internal SSB saja saya sebut masih main-main.

Sebab banyak yang asal punya uang atau hanya punya kemauan, langsung bikin SSB dan gaya-gayaan.

SSB sewajibnya tak ubahnya seperti sekolah formal, memiliki latar belakang, tujuan, visi-misi, sasaran, pembina dan pelatih yang tak sekadar lisensi pelatih sepak bola yang paling lama di tempuh dalam waktu sebulan. SSB wajib ada panduan kurikulum, program, hingga perencanaan. Lalu, infrastruktur, sarana, dan prasarana, hingga terafiliasi atau terakreditasi di PSSI. Sebab, menjadi kawah candradimuka dan memproses lahirnya generasi pesepak bola dan generasi bangsa di kehidupan nyata dengan cara yang benar, ilmiah dan komprehensif.

Secara ekternal, masalah di SSB ternyata setali tiga uang. Sudah secara internal tak teratasi hingga sekarang, secara ekternal, SSB sangat dibuat main-main oleh orang tua dan siswa.

Selama ini dalam otak para orang tua, karena anaknya menjadi siswa di SSB lebih banyak dikendalikan oleh orang tua, orang tua sangat meremehkan SSB.  Parahnya sikap meremehkan orang tua terhadap SSB tempat anaknya menjadi siswa, meski disadari oleh SSB bersangkutan, para SSB ini tak dapat berbuat apa-apa.

Hampir di setiap SSB, ada kisah-kisah menyedihkan yang terus terjadi dan berulang hingga sekarang. Kisah-kisah itu seperti orang tua dan siswa yang tak dapat mengikuti derap langkah kegiatan pembinaan dan pelatihan sesuai program SSB dan bertindak sesuka hatinya. 

Orang tua dan siswa  yang bergabung di dalamnya suka menganggap remeh, menganggap latihan tak penting, dan seribu perasaan dan sikap lainnya. Bisa datang dan bergabung kapan saja, bisa datang latihan atau tak latihan seenaknya, bisa mangkir dari tanggungjawab mengikuti kompetisi dan sejenisnya. Bisa cabut dan ke luar dari tim atau SSB sekehendaknya. Merasa anaknya hebat lalu membawa anaknya terbang dan melanglang buana ke berbagai SSB, hingga ada julukan anak seribu bendera. Menganggap siswa lain tak sebanding dengan anaknya, ikut campur urusan teknis, manajemen, dan lain sebagainya.

Pokoknya, selama ini banyak sekali siswa yang orang tuanya neka-neko. Berbuat sekehendak hati terhadap SSB dan programnya. Dan, banyak sekali orang tua yang sangat ambisi anaknya dapat masuk timnas, lalu ke luar masuk SSB lain karena iming-iming gratisan, dan beribu kisah lainnya.

Parahnya lagi, dalam situasi orang tua yang hanya mementingkan diri sendiri, banyak SSB yang memang sektor internalnya berantakan, maka melibatkan orang tua masuk dalam manajemen, pun dapat ditebak, manajemen dan SSB nya pun jadi tambah tak berbentuk dan berantakan.

Manajemen SSB harus kuat

Atas sengkarut benang kusut menyoal regulasi, faktor internal dan eksternal dan lainnya, di bulan suci Ramadhan 1442 Hijriah ini, SSB-SSB juga ada tetap menjalankan program kegiatan pembinaan dan pelatihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun