Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beropini dan Berkeluh Kesah Ada Wadahnya

14 April 2021   16:14 Diperbarui: 14 April 2021   16:21 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akibat jumlah pengguna yang terus meningkat, medsos pun tak lagi dapat diharapkan hanya sekadar menyajikan informasi positif agar opini publik yang terbentuk pun bermanfaat bagi masyarakat. Pasalnya, kini setiap orang dapat dengan mudah beropini dan berkeluh kesah di medsos, tak perlu harus menjadi akademisi, ahli, pengamat, dan praktisi, meski adaUU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 19/2016, yang telah berhasil menjerat pengguna medsos yang beropini atau berkeluh kesah kebablasan.

Berbagai bidang bermasalah

Bila berbagai bidang di Indonesia tak bermasalah, tak ada persoalan, tak ada rekayasa, politik, intrik, dan taktik, yakin media dan medsos.di Indonesia tak akan laku, karena masyarakat tak perlu beropini dan berkeluh kesah.

Tengok, masalah larangan mudik untuk yang kedua kalinya di negeri ini oleh pemerintah karena alasan Covid-19, siapa yang sudah beropini dan berkeluh kesah? Adakah pemerintah bergeming? 

Apalagi menyangkut produk kebijakan dan UU yang digelontorkan oleh pemerintah dan parlemen, apakah opini dan keluh kesah masyarakat dianggap? Hanya jadi angin lalu, karena mereka lebih mementingkan kepentingannya sendiri.

Di bidang olahraga, semisal sepak bola, berapa banyak publik sepak bola nasional yang sudah berteriak dan berkeluh kesah atas kegagalan demi kegagalan yang dilakukan PSSI yang juga terkesan terus menjadi kendaraan politik dan terus diangap oleh publik sepak bola nasional terus dihuni dan menjadi sarang mafia sepak bola. Apakah opini publik dan keluh kesahnya didengar?

Hanya orang-orang yang sombong dan berhati batu, tutup mata dan tutup telinga, yang merasa paling benar dan hebat, tak butuh masukan dan saran orang lain, publik, dan masyarakat, yang berkeluh kesah karena ketidakadilan dan ketidaksejahteraan, lalu mengganggap beropini dan berkeluh kesah tak penting.

Untuk apa para siswa dan mahasiswa diajarkan teori dan praktik menulis dan beropini? Sebab, tak ada gading yang tak retak. Manusia juga tak bisa hidup tanpa orang lain. Ada saling mengingatkan.

Jadi, benarkah beropini dan berkeluhkesah tak perlu ada lagi di negeri ini, sementara rakyat terus merasakan fakta ketidakadilan dan menderita yang entah sampai kapan hampir di semua sendi kehidupan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun