Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beropini dan Berkeluh Kesah Ada Wadahnya

14 April 2021   16:14 Diperbarui: 14 April 2021   16:21 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Di tengah kondisi Indonesia yang penuh masalah dengan fakta keadilan dan penderitaan masih tak berpihak kepada rakyat jelata, hingga berbagai pihak terus beropini dan berkeluh kesah atas ketidakadilan dan penderitaan yang terus rakyat jelata terima, ternyata ada pihak yang berpikir beropini dan berkeluh kesah tak penting, yang penting berjuang bersama di bidangnya masing-masing. Bagaimana bisa? Di bidang masing-masing, yang diberikan amanah hingga rakyat jelata juga tak bersinergi.

Ada media

Untung ada media yang dapat menampung opini dan keluh kesah masyarakat. Sehingga, cara bermoral masih ditempuh berbagai pihak dalam rangka menyalurkan opini dan keluh kesahnya, karena banyak yang sudah mampet dan hanya peduli pada diri sendiri, kelompok dan golongannya.

Bagaimana bila tak ada media yang menampung opini dan keluh kesah masyarakat yang memang sudah kecewa dan marah dengan berbagai kondisi yang ada. Apakah masyarakat harus bertindak dengan sikap dan perbuatan tak bermoral karena kecewa dan marah?

Karenanya saya sangat prihatin dan heran, ada orang yang bisa tanpa berpikir panjang membicarakan orang-orang yang beropini dan berkeluh kesah. Seolah dia menjadi orang yang paling benar dan hebat sendiri.

Mustahil masyarakat beropini dan berkeluh kesah  bila memang tak ada hal yang perlu diopinikan dan tak ada hal yang perlu dikeluhkesahkan. Terlebih, bila yang beropini itu adalah para akademisi, para ahli, pengamat, dan para praktisi di bidangnya.

Mustahil akademisi, para ahli, pengamat, dan para praktisi di bidangnya beropini dan berkeluh kesah dengan dasar omong kosong tanpa latar belakang dan masalah yang sedang mendera. Namun, orang yang menganggap beropini dan berkeluh kesah tak penting, justru sering menjadi sumber masalah hingga ada pihak yang beropini dan berkeluh kesah atas sikap dan perbuatannya.

Beruntung ada wadah yang menampung opini dan keluh kesah masyarakat. Di berbagai instansi dan institusi serta lainnya, bahkan ada tempat kotak saran yang menampung masukan opini dan saran publik. Untuk apa? Untuk perbaikan institusi atau instansi dan tempat publik itu sendiri. Karena mereka tahu mengabdi kepada masyarakat juga harus mendengarkan konsumen dan publik. Maka opini dan keluh kesah memang sengaja ditampung demi perbaikan.

Lihat juga, ada berapa media yang dapat menampung opini dan keluh kesah masyarakat di  Indonesia? Menurut data media komunikasi dari Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IPK), Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun ini, jumlah media daring 2.011. Sementara itu, media konvensional, koran, dan majalah 567 penerbit, televisi 194 stasiun, dan radio 1.165 stasiun.

Berikutnya, jumlah telepon seluler (ponsel) yang beredar 374 juta atau lebih besar (142%) daripada 262 juta penduduk Indonesia. Data pengguna internet 132,7 juta (51,3%), pengguna medsos yang aktif mencapai 106 juta atau 40%. 

Karenanya, dalam pembentukan opini publik di Indonesia, angka 106 juta pengguna medsos itu pasti memiliki peran yang menentukan karena derasnya opini dan keluh kesah akibat ketidakadilan dan penderitaan rakyat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun