Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ada di Grassroots, tetapi Tak Paham Grassroots

5 April 2021   11:49 Diperbarui: 5 April 2021   12:29 3191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Siapa yang wajib mengedukasi dan memberikan pemahaman dasar sepak bola di akar rumput Indonesia kepada para orang tua yang anaknya menjadi siswa di Sekolah Sepak Bola (SSB) atau Akademi Sepak Bola (ASB) atau Diklat Sepak Bola (DSB) dan berperilaku memilukan?

Apakah PSSI Pusat? Atau Asosiasi Provinsi (Asprov)? Atau Asosiasi Kabupaten (Askab)? Atau Asosiasi Kota (Askot)? Atau SSB/ASB/DSB?

Anak-anak usia dini di Indonesia terus lahir dari pasangan-pasangan muda. Begitu seterusnya. Lalu, anak-anak dari para pasangan muda ini tertarik dengan sepak bola.

SSB/ASB/DSB pun terus lahir di Indonesia karena siapa saja yang punya uang, di tambah ambisi dan ego menjadikan mereka dengan mudah mendirikan SSB/ASB/DSB yang juga tak memahi seluk beluk pembinaan pelatihan, keorganisasian, keinstitusian non formal dan  pedagogi yang lekat dengan dunia yang berlabel sekolah/akademi/diklat.

Sekolah/akademi/diklat itu ada standar isi dan mutunya. Harus ada kompetensi-kompetensi di dalamnya.

Sayang ambisi dan ego para orang tua agar anak mereka dapat menjadi pesepak bola handal hingga bisa masuk timnas, bergayung sambut dengan SSB/ASB/DSB yang berdiri tanpa memenuhi syarat yang seharusnya.

Ironisnya, mau sehebat apa SSB/ASB/DSB itu, muara berfestival, berturnamen, dan berkompetisinya pun sama dengan SSB biasa. Semisal di Jabodetabek dan sekitarnya, sama-sama ikut Liga Kompas Gramedia (LGK) yang ada sistem play off dan degradasi. Sama-sama ikut kompetisi Indonesia Junior Soccer League (IJSL) dan Indonesia Junior League (IJL), yang sistemnya berdasarkan penilaian manajemen tim, tak pakai acara degradasi.

Juga sama-sama ikut Liga TopSkor yang semakin ketat dan strata lengkap dengan sistem play off, promosi, dan degradasi.

Setelah itu, anak-anak yang berbakat akan tercium radar Klub Liga 1, kemudian direkrut gratisan dengan iming-iming tampil di Kompetisi Elite Pro Academy (EPA) dan bisa promosi masuk timnas karena telah membela bendera Klub Liga 1.

Di luar ini, ada kompetisi usia dini milik PSSI bernama Piala Suratin, namun hasil kompetisinya selama bertahun-tahun cukup alot menghasilkan pemain muda berkualitas yang dapat masuk timnas. Apa pasalnya? Dapat diungkap biang keroknya dengan diidentifikasi satu persatu akar masalahnya. Namun, detilnya mungkin bisa saya ungkap di bagian tulisan khusus Piala Suratin.

Saat Indra Sjafri membentuk timnas pun sampai harus blusukan di seantero tanah air demi mendapatkan pemain bertalenta dan penuh kualitas macam Evan Dimas dkk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun