Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siapa yang Seharusnya Memutus Mata Rantai Sikap Kasar dan Tak Santun Netizen +62?

27 Februari 2021   16:27 Diperbarui: 27 Februari 2021   16:35 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Lucu sekaligus sedih ketika membaca berita tentang respon beberapa warganet Indonesia yang kesannya tak terima netizen Indonesia dibilang paling tak sopan di Asia Tenggara dalam hal bermedsos di dunia maya. Bila para netizen atau warganet tersebut benar-benar terdidik dan benar-benar cerdas intelegensi dan personality, maka saat Microsoft mempublikasikan hasil riset tahun 2020 secara ilmiah yang bahkan dilakukan di 32 wilayah geografi atau negara, harusnya berterima kasih, lalu mawas diri, instrospeksi diri.

Secara ilmiah, orang yang tak cerdas intelegensi, memang cenderung akan sulit mengendalikan emosi (personality). Lebih dari itu, orang-orang yang tak matang dalam pendidikan, juga cenderung defensif bila dirinya diusik. Baik cara mengusik atau mengingatkan atau menasihati atau memberitahu tentang dirinya secara halus pun, tetap akan diterima sebagai serangan atau dianggap nantangin.

Berbeda dengan orang yang cerdas intelegensi dan personality, yang bila saya sebut, mungkin contohnya influenser dan buzzer yang memang diciptakan dan dibayar oleh pihak berkepentingan meski dibayarnya pakai uang rakyat, mereka malah sengaja memancing, memanas-manasi, memperkeruh suasana karena kecerdikannya hingga terasa sebagai pekerjaan licik, jahat yang menggiring opini dan cara berpikir rakyat yang malah cenderung membelah, namun tidak sadar diri bila semua sepak terjangnya kini sangat dibenci rakyat Indonesia pada umumnya.

Mirisnya, ada yang menyebut dirinya bangga menjadi buzzer dalam cuitannya, dan setiap wajahnya ditampilkan sebagai profil berita oleh media yang mebayangkan, ekspresi wajahnya saja benar-benar membikin pihak yang berseberangan tambah mendidih. Dan, sepertinya, media massa yang turut menjadi buzzer juga mudah dibaca, karena masyarakat kini mulai dapat mengidentifikasinya.

Warganet di negara lain adem ayem

Kembali ke hasil riset Microsoft, bila Indonesia menjadi negara terburuk se-Asia Tenggara, dan juga ada negara lain yang menjadi terburuk di wilayah geografisnya masing-masing, lalu ada warganet yang tak berterima, coba tengok warganet negara lain, apakah bersikap seperti netizen Indonesia, yang sampai menyerang Microsoft dan menjadi trending di twitter? Mereka adem ayem, terbukti tak ada kehebohan seperti warganet Indonesia.

Inilah aslinya cermin warganet yang memang tak cerdas intelegensi, maka tak cerdas emosi. Di kasih tahu faktanya, ya pasti tak terima dan marah.

Ini tak beda dengan siswa di sekolah, rata-rata, guru akan sulit menjinakkan siswa yang tak cerdas, sudah begitu nakal, bandel. Bila guru tak piawai menangani, maka yang ada siswa malah bisa melawan, menyerang, dan berseteru dengan guru sampai baku pukul hingga hal yang lebih jauh. Itu makanya, hasil pendidikan Indonesia juga terus terpuruk sesuai laporan PISA.

Bila hasil PISA dan Microsoft disandingkan, maka sangat signiikan. Nyambung karena pendidikan Indonesia terpuruk, maka adab sopan santun di media maya juga terus tak sopan dan tak terkendali. Sudah begitu, pihak yang seharusnya amanah, mengayomi, yaitu pemerintah, malah asyik-masyuk tak bergeming terus membiarkan influenser dan buzzer terus beraksi, seolah terus menggarami laut. Terus menebar masalah di tengah Indonesia dan masyarkatnya yang terus dirundung berbagai masalah dan penderitaan yang diciptakan oleh pihak yang dikontrak karena kepentingan.

Lihat, wahai netizen dan warganet yang tak terima hasil riset Microsof. Lihat, apa yang dikerjakan Microsoft atau tanya secara langsung kepada masyarakat awam Indonesia. Apa benar sopan-santun sekarang menjadi barang mahal?

LIHAT, peringkat negara dengan tingkat kesopanan daring terbaik secara global andalan Belanda. Skor DCI negara kincir angin itu sebesar 51. Indonesia memiliki skor DCI 76, sama dengan Meksiko juga memiliki skor 76.

Ada yang lebih buruk dari Indonesia, yaitu Rusia (80) dan yang paling jeblok adalah Afrika Selata (82). Lalu, lihat siapa yang sopan-sopan? Negara-negara yang adabnya paling baik dalam pergaulan digital dunia adalah Belanda (51), Inggris (55), Amerika Serikat (56), Singapura (59), dan Taiwan (61).

Pada akhirnya masyarakat pun tak kaget adab warganet yang terus defensif dan malah menyerang Microsoft. Ironis.

Tak heran ada Gubernur yang menyebut netizenIndonesia galak di medsos namun ketika bertemu tatap muka, merekasopan. Ketika melihat komentar di berita yang yang ditayangkan di media online, levelnya sudah kategori kasar luar biasa. Seharusnya, netizen santun di tatap muka, pun santun saat di dunia maya dan virtual.

Kini, image dunia pun sudah tentu berubah. Indonesia yang selama puluhan tahun menjadi bangsa yang ramah, berubah menjadi bangsa yang kasar di medsos dan medol (media online). Beginilah risikonya, bila pendidikan yang terus terpuruk malah diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka negara pun terus menerima akibat dari kualitas masyarakatnya yang terus bermasalah dalam kecerdasan intelegensi dan personaliti.

Sebab, orang yang cerdas intelegensi dan personality, marahnya malah tidak perlu sampai bersuara dan mengeluarkan kata-kata. Cukup dengan diam, maka orang yang sedang kena marah dan juga sama-sama cerdas intelegensi dan personality akan tahu dan paham bila sedang kena marah.

Tapi sebaliknya, seperti kejadian netizen marah kepada Microsoft, ibaratnya sudah ditegur dengan keras dan pakai fakta dan data pun, tetap tak merasa bersalah. Padahal hampir seluruh masyarakat Indonesia pun mengamini, sepakat dengan Microsoft. Malah, saat saya tulis artikel menyoal hasil riset Microsoft ini, ada yang mengomentari di kolom komentar, katanya tak perlu hasil riset Microsoft, aslinya memang sudah begitu.

Putus mata rantai

Pun, masyarakat yang saya temui, juga merasakan bahwa kenyataannya, masyarakat kita sudah tak sopan dan kasar dan berharap ada yang menghentikan kondisi ini. Memutus mata rantai sikap kasar, tak sopan, dan tak ramah netizen Indonesia di dunia maya.

Tapi mau berharap kepada siapa? Mustahil bila Pemimpin kita masih memelihara influenser dan buzzer, lalu cebong, kampret, kadrun juga terus dilegalkan beraksi di Republik ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun