Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Daftar Penguasa Tanah HGU = Penjajahan Nonkolonialisme

27 Desember 2020   08:53 Diperbarui: 27 Desember 2020   09:20 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gara-gara lahan Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah (MS) pimpinan Habib Rizieq Shihab dipersoalkan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dan melayangkan somasi meminta Markaz Syariah untuk menyerahkan lahan, berbagai pihak yang memahami bahwa di Indonesia banyak yang menguasai lahan lebih besar dari Ponpes MS itu, kini tabir sejenis "penjajahan" nonkolonialiasme berupa penguasaan tanah Hak Guna Usaha (HGU) itu jadi mengemuka ke publik.

Bahkan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengaku telah mendapatkan daftar grup penguasa lahan HGU. Kelompok pemegang HGU itu menguasai ratusan ribu hektare lahan.

Pengakuan ini ada dalam cuitannya @mohmahfudmd, Jumat (25/12/2020).

"Saya dapat kiriman daftar grup penguasa tanah HGU yang setiap grup menguasai sampai ratusan ribu hektar. Ini gila. Penguasaan itu diperoleh dari pemerintahan dari waktu ke waktu, bukan baru. Ini adalah limbah masa lalu yang rumit penyelesaiannya karena di-cover dengan hukum formal. Tapi kita harus bisa."

Atas pengakuan Mahfud MD ini, saya pun coba mencari pemberitaan menyoal HGU yang dimaksud di berbagai media online. Ternyata, berita tentang HGU yang saya sebut dikuasai penjajah nonkolonialisme itu sudah ingar-bingar.

Mahfud Md, pun lantas menyikapi penguasaan lahan seluas itu oleh sekelompok orang adalah masalah yang perlu diselesaikan.

Sebab cuitannya, Mahfud menjawab pertanyaan yang muncul atas cuitannya di Twitter dan menjawab, "Justeru ini kita sedang ambil langkah. Bukan curhat, tapi menginformasikan betapa rumitnya. Kita terus berusaha untuk menyelesaikannya. Problemnya hak-hak itu dulunya diberikan secara sah oleh pemerintah yang sah sehingga tak bisa diambil begitu saja. Cara menyelesaikannya juga harus dengan cara yang sah secara hukum," jawab Mahfud.

Apakah kira-kira Mahfud benar-benar akan mampu menyelesaikan masalah sejenis penjajahan nonkolonialisme ini? Pasalnya, dalam grup-grup whatapp pun kini riuh informasi yang diteruskan menyoal daftar penggarap tanah garapan HGU terbesar di Indonesia yang justru dikuasai oleh para taipan/konglomerat yang dengan nyamannya menikmati sumber daya alam Indonesia di tengah penderitaan rakyat yang terus terjadi di negeri ini.

Yang menjadi pertanyaan saya, bila daftar pemilik HGU itu benar, maka pantas saja Mahmud menyebut bahwa ini "gila". Kira-kira, apakah daftar yang diterima Mahfud sama dengan daftar penggarap HGU yang tersebar di grup media sosial seperti yang saya terima?

Memang setelah saya lihat daftar itu, bukan lagi gila, tapi saya sendiri belum dapat kata yang tepat untuk mengungkapnya. Bagaimana tidak, selama puluhan tahun mereka bisa bersenang di atas penderitaan rakyat sebagai pemilik sah Republik ini. Meski Mahfud menyebut penguasaan lahan HGU itu sah secara hukum, namun di dalamnya sudah terjadi berbagai persoalan.

Salah satu narasumber yang tak mau disebut identitasnya dan mengetahui soal HGU ini bercerita tentang pengalaman nyatanya di tahun 1999.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun