Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hindarkan Rakyat dari Pembunuhan Karakter dan Tipu Muslihat

18 November 2020   22:45 Diperbarui: 18 November 2020   23:03 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Supartono JW

Demi kepentingan dan keuntungan pribadi, kelompok, dan golongan, kini dari rakyat biasa, artis, seleberitis, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh negara, elite partai, dan para politikus yang duduk di parlemen dan pemerintahan, terus berkubang pada perikehidupan dan perikemanusiaan yang jauh dari karakter asli bangsa Indonesia karena lebih mengagungkan berbagai pesanan yang bukan amanah rakyat dan saling membunuh karakter pihak yang tak searah dan tujuan.

Sampai-sampai semua peristiwa yang terus terjadi di negeri ini membikin masyarakat terlupa akan nawacita penguatan karakter yang digaungkan Presiden Jokowi demi melakukan revolusi karakter bangsa. Nawacita itu pun kini lenyap tak berbekas, sebab kalah saing dengan program pembunuhan karakter yang terus terjadi di Republik ini.

Yang sangat menggemaskan bahkan sangat menyedihkan dan memprihatinkan, kini ada orang yang labelnya hanya sekadar seleberiti pun, ikutan masuk dalam ranah pembunuhan karakter yang sejatinya diyakini oleh berbagai pihak dan masyarakat yang bersangkutan tak paham dan mengusai persoalan. Asal bicara dan asal "njeplak" karena merasa ada yang membela dan mendukung, bahkan ada yang berpikir menjadi bagian influencer dan buzzer.

Sementara pembunuhan karakter di wilayah politik juga semakin subur. Malah kini juga masuk dalam sejarah di Republik ini, seorang pemimpin daerah diminta hadir ke kepolisian untuk sebuah klarifikasi karena suatu kejadian.

Ironisnya, polisi tak memanggil pihak dari pemerintah pusat yang justru memiliki kesalahan yang lebih fatal dari kejadian serupa namun justru masalahnya lebih besar.

Di media massa beberapa waktu lalu pun ada berita yang kesannya tak penting, menyoal calon pelamar kerja yang tak memiliki attitude, sikap sopan santun. Dan, berita ini sekadar terselip dari berita-berita yang lebih tak santun di ranah perseteruan politik yang terus diapungkan demi tujuan utama saling membunuh karakter lawan politiknya.

Sungguh, di tengah pandemi corona yang masih terus merajalela di negeri ini, di tengah penderitaan rakyat, pihak-pihak yang lebih diuntungkan karena situasi, kondisi, dan kedudukan, justru terus tak peduli dengan pikiran dan perasaan rakyat. Terus berjalan di relnya tanpa beban, buta dan tuli dari keadaan. Semua dilakukan sebagai kamuflase yang seolah membela rakyat.

Pemimpin negeri ini, kini justru semakin asyik dengan kepentingannya, semakin menjauh dari karakter bangsa yang santun dan berbudi pekerti luhur. Semakin jauh memberi teladan dan panutan yang tidak baik kepada masyarakat, terutama generasi muda, anak-anak bangsa yang masih usia SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa dan orang dewasa.

Setiap hari hanya mempertontonkan perseteruan, permusuhan, saling ejek, saling hujat, saling menghina, dan semuanya drama itu sangat mudah dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyadakat melalui berbagai media massa dan sosial. Terlebih, kini media massa juga banyak yang hanya jadi alat kepentingan mereka yang mampu membayarannya.

Karenanya, tentu tak akan ada kabar tentang revolusi karakter bangsa yang niatnya dititipkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sementara Kemendikbud pun kini terus bermasalah sebab dipimpin oleh orang yang belum mumpuni.

Bagaimana Kemendikbud akan mampu mengimplementasikan penguatan karakter penerus bangsa melalui gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016 bila hingga kini, Kemendikbud saja masih berkutat dengan berbagai masalah pendidikan yang mendasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun