Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Siapa yang Wajib Mencegah Pandemi Corona, Pilkada, UU Cipta Kerja di Indonesia?

16 Oktober 2020   09:45 Diperbarui: 16 Oktober 2020   09:55 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Antara virus corona, Pilkada, dan UU Cipta Kerja, manakah yang lebih serius ditangani dan dan lebih tegas dilakukan oleh pemerintah?

Jawabnya, ternyata warganet dan netizen di Republik ini lebih mengungkapkan bahwa Pemerintah yang didukung oleh DPR lebih serius dan sangat tegas dalam mengurus soal Pilkada dan UU Cipta Kerja.

Lebih miris lagi, saat pemerintah dianggap tak pernah serius menangani pandemi corona, alih-alih menunjukkan sikap dan kebijakan yang siginifikan dalam upaya mencegah penyebaran pandemi corona, pemerintah justru menjadi pemicu mengapa corona terus merajalela di Indonesia.

Di saat rakyat dan bebagai pihak di NKRI berharap agar penanganan Covid-19 ini tegas dan satu arah, yang dipimpin oleh pemerintah pusat, bahkan banyak pihak mengungkap agar Presiden Jokowi turun tangan langsung mengatasi corona,  bukan sekadar memerintah, menyalahkan, dan marah-marah baik kepada para menteri maupun pemimpin daerah, Presiden justru selalu lebih nampak membela kepentingan ekonomi dibandingkan nyawa karena corona.

Setali tiga uang, sudah sejak awal dianggap mencla-mencle dan membikin rakyat menjadi abai dan antipati karena semakin menurun kepercayaannya kepada pemerintah, di luar dugaan banyak pihak dan terutama rakyat, Presiden Jokowi justru yang paling ngotot dan menentukan agar Pilkada 2020 tetap.digelar sesuai jadwal.

Tak peduli corona yang terus merajalela dan pemerintahpun dianggap gagal mengatasi pandemi ini, meski selalu memiliki alibi bahwa negara lain di dunia ini pun sama masih belum dapat menjinakkan corona dengan benar.

Namun, Pilkada yang tetap akan signifikan menambah klaster baru corona, nyatanya tetap harus terlaksana di 2020 ini. 

Sudah tahu, corona seperti apa, lalu rakyat juga sudah mulai menyadari dan turut mencegah corona dengan patuh pada protokol kesehatan, ternyata pemerintah justru menciptakan masalah baru, menggelar Pilkada demi kepentingan mereka.

Belum kelar masalah Pilkada, yang membikin rakyat masih tidak habis pikir dan bingung, karena pemerintah dan DPR tak henti memaksakan kehendaknya, kini DPR dan pemerintah pun melanjutkan duet kolabirasinya dengan semakin membikin rakyat tambah resah, gelisah, dan marah.

Bahkan, kemarahan rakyat menyoal UU Cipta Kerja yang mendampak langsung kepada buruh (rakyat) membikin mahasiswa dan pelajar yang akan menjadi penerus bangsa ini, dan yang otomatis akan terkena imbas dari praktik pelaksanaan UU Cipta Kerja saat para mahasiswa dan pelajar ini nanti sudah menjadi karyawan/pekerja/buruh, maka mereka pun kompak bersatu melakukan demonstrasi karena merupakan jalan satu-satunya untuk menolak. Sebab, percuma ada jalur hukum, namun tajam ke bawah dan sangat tumpul ke atas dan siapa penegak hukum di Indonesia itu, masyarakat sudah paham dan dapat membaca.

Atas UU Cipta Kerja ini, karena yang memicu konflik adalah DPR dan pemerintah, maka buruh, mahasiswa, dan pelajar pun tak peduli lagi dengan pandemi corona. Demonstrasi tetap digelar meski risikonya ada yang menunggangi dan membikin rusuh dan anarki.

Kini, demontrasi penolakan UU Cipta Kerja di berbagai daerah Indonesia dengan tuntutan agar Gubernur/Bupati/Wali Kota/Ketua DPRD menandatangani surat penolakan RUU Cipta Kerja terus berlangsung. 

Ironisnya, rata-rata demonstrasi yang tadinya tertib, namun saat mahasiswa mencoba bertahan, lalu terjadi rusuh, karena polisi melontarkan gas air mata dan water cannon ke arah mahasiswa. Mengapa cara-cara anarkis justru dilakukan oleh polisi dalam memaksa demonstran bubar? Haruskan selalu diawali dengan melepaskan gas air mata dan siraman air? Dan, akhirnya membikin demonstran marah lalu terjadi rusuh dan keributan?

Bila menyimak kejadian-kejadian dalam hari Kamis (15/10/2020), demosntrasi penolakan UU Cipta Kerja di beberapa daerah tanah air seperti di Purwokerto,  berakhir bentrok dengan polisi. Beritanya sudah tersebar di berbagai media. Video bentrok demonstran dan polisi pun sudah berseliweran di media sosial.

Inikah yang diharapkan oleh DPR dan pemerintah dalam rangka memaksakan kehendak-kehendak yang "memesan dan membiayai" mereka? Bukan mendengar dan memperhatikan aspirasi/suara rakyat, meski di tengah pandemi corona?

Apalagi yang mau coba DPR dan pemerintah bantah? Demonstran yang diwakili buruh-mahasiswa-pelajar adalah representasi dari rakyat yang tak setuju dengan apa yang kini sedang mereka kerjakan, sedang mereka rencanakan.

Kira-kira, bagaimana kejadiaannya bila dibalik, Pilkada dan UU Cipta Kerja yang mengusulkan dan menyetujui adalah rakyat, karena dari oleh dan untuk rakyat, bukan dari DPR dan pemerintah, kini sedang pandemi corona? Apakah DPR dan pemerintah akan setuju? Tentu bila tak selaras dengan pesanan pihak yang mendanai alias cukong, pasti akan ditolak.

Inilah lucunya Indonesia terkini. Meski di tengah pandemi corona, DPR dan pemerintah pun ciptakan pandemi Pilkada dan pandemi UU Cipta Kerja, karena Pilkada dan UU Cipta Kerja juga telah menjadi wabah yang akan menyengsarakan rakyat.

Karenanya, tak peduli corona, demi rakyat, maka BEM SI dan KPSI pun akan melanjutkan demo penolakan UU Cipta Kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun