Apakah benar, Indonesia kini dalam kondisi genting? Genting kesehatan, genting ekonomi, genting politik, hingga genting keamanan di tengah pandemi corona yang belum juga dapat dijinakkan, sehingga nyawa rakyat terus melayang, korban terpapar corona terus berjatuhan.
Dari semua kondisi genting yang kini di depan mata, imbasnya, negeri dalam jurang resesi, rakyat terus menderita, banyak PHK, penggangguran menggunung, untuk makan saja rakyat kesusahan.
Saat nyawa tiap hari melayang, untuk makan saja susah, partai politik dan elite partai yang duduk di parlemen maupun pemerintahan justru terus melayani cukong yang lebih berdaulat di negeri ini dibanding rakyat.
Setali tiga uang, partai politik dan para elite partainya juga terus tak bergeming mendengar suara rakyat dengan tetap memaksa Pilkada 2020 yang menempatkan anak dan sanak saudaranya sebagai calon kepala daerah.
Para calon kepala daerah pun, belum lagi duduk di kursi jabatan sudah memiliki beban karena berhutang budi kepada para cukong yang membiayai mereka dalam proses Pilkada.
Di tengah berbagai sengkarut yang tak kunjung dapat ditangani oleh pemimpin yang seharusnya amanah kepada rakyat, namun sebaliknya justru amanah untuk cukong, ada daerah di negeri ini juga sangat gencar ingin melepaskan diri dari NKRI. Bahkan gejolaknya kian mengkawatirkan.
Parlemen dan pemerintah juga malah terus abai dari teriakan dan suara rakyat menyoal berbagai sengkarut yang ada dan malah terus memproduksi Undang-Undang (UU) yang tambah  menyengsarakan rakyat demi keuntungan mereka sendiri dan untuk cukong.
Mengapa KPK hingga kini bahkan tak pernah menyasar dan menangkapi cukong yang sudah menjadi penjajah baru menggantikan kolonialisme di Indonesia, yang fakta dan keberadaan cukong ini sudah terendus dan sudah dipublikasikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD, bahwa 92 persen calon kepala daerah dibiayai cukong?
Sementara di luar Covid-19, urusan kesehatan, yang jadi hajat hidup rakyat dan negara harus hadir, nyatanya Presiden juga terus mengobok-obok iuran BPJS Kesehatan yang ujungnya terus membikin derita rakyat bertambah karena rakyat bak kelinci percobaan dalam masalah iuran dan pelayanan kesehatan karena salah urus BPJS yang tak kunjung terselesaikan.
Di tengah harga BBM dunia turun, Pertamina juga tetap bergeming tak menurunkan harga BBM karena Pertamina hanya bermain BBM dengan para kolega di dalam negeri demi menguntungkan kelompok mereka. Hingga akhirnya Ahok pun "bernyanyi".
Bagaimana dengan PLN? Bagaimana dengan sawah, ladang, hutan, gunung, dan lautan yang menjadi kekayaan negeri ini? Siapa yang kini lebih banyak menguasai? Apakah rakyat? Tentu sudah bukan.