Mohon tunggu...
Tonny E. Nubatonis
Tonny E. Nubatonis Mohon Tunggu... Petani - Ana Lapangan

Menulis, menulis dan menulis untuk mengabadikan suara hati dan buah pikiran melalui TULISAN. Email : tonnyeliaser@gmail.com_ WA/HP : 082237201011_ Facebook : Tonny E. N

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jadilah Pemimpin yang Melayani Lebih Sungguh

17 Februari 2019   06:38 Diperbarui: 18 Februari 2019   11:03 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pemimpin yang melayani lebih sungguh (ilustrasi pemimpin : izwie.com) :

Hello Gaess and Ladess, tahukah anda, apa motto bank NTT? Yang tahu silahkan angkat kaki, eh angkat tangan maksudnya..hehehe...Pasti orang NTT akan angkat tangan lebih dulu untuk menjawab.

Mungkin ada yang berkata dalam hati "mana tahu? ke NTT saja saya belum pernah sama sekali..", atau ada yang mungkin berkata "saya sih pernah ke NTT tapi tidak pernah masuk ke Bank NTT, bahkan ke ATMnya saja tidak". 

Tapi mungkin ada yang pernah dengar dari orang lain, baca di internet atau sumber lainnya, walaupun tidak pernah ke NTT dan masuk ke ATM atau bank NTT.

motto bank NTT-melayani lebih sungguh (sumber:lintasntt.com)
motto bank NTT-melayani lebih sungguh (sumber:lintasntt.com)
Eittsss..para pria ganteng tolong fokus pada tulisan dalam gambar di atas, jangan fokus di Tellernya...boleh naksir Tellernya tapi jangan lebih dari itu yah..hehehe...

Oke deh, cukup basa basi dan canda tawanya. Sekarang fokus ke yang lebih penting.

"MELAYANI LEBIH SUNGGUH", ya, itulah motto dari Bank NTT. Motto tersebut terdengar sangat menarik dan menggugah hati. Ya, itu bagi saya khususnya, tapi mungkin saja tidak bagi orang lain. Tapi semoga Bank NTT mencetuskan motto tersebut tujuan utamanya bukan untuk memikat hati orang tanpa memberi dampak lebih dibaliknya. Semoga saja tidak.

Setiap motto yang dirancang tentu memiliki maknanya tersendiri yang dijadikan sebagai dasar atau landasan dan komitmen bagi pribadi seseorang, organisasi, kelompok tertentu, lembaga bahkan suatu negara.

Seperti Bank NTT dengan mottonya, dijadikan sebagai dasar, landasan dan komitmennya dalam memberi pelayanan kepada masyarakat.

Motto seorang pemimpin dan calon pemimpin

Bukan hanya bank NTT yang memiliki motto tersebut. Ada beberapa pemimpin bahkan sebagian besar calon pemimpin yang memiliki motto yang sama pula, baik saat dan sering diucapkan secara verbal maupun non verbal tertera dalam foto pada atribut kampanyenya.

Saya pernah bahkan cukup sering membacanya pada foto (spanduk dll) caleg yang ditempel atau dipasang di tempat-tempat tertentu (mungkin karena foto caleg yang sama..saya agak lupa..hehehe).

Tapi intinya bahwa motto "Melayani Lebih Sungguh" atau lainnya yang agak mirip dengan itu, bukan sesuatu yang asing lagi terdengar disampaikan baik secara verbal maupun non verbal tertulis pada atribut kampanye calon pemimpin atau oleh mereka yang telah berdiri sebagai pemimpin.

Namun yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah motto tersebut hanya bagaikan penyedap rasa atau pemanis belaka dalam bentuk retorika untuk memikat hati kita dan orang lain? Entahlah, saya tidak bisa menilai. Biar waktu yang menjawabnya dan Tuhan yang menilainya. Aseekk, aseekkk...

Para calon pemimpin, mungkin atau bahkan pasti akan mengatakan ingin melayani lebih sungguh. Namun, apakah benar mereka akan sungguh-sungguh melakukannya? Atau para pemimpin yang dulu pernah berjanji ingin melayani lebih sungguh dan sekarang tengah memimpin, sudahkah telah sungguh-sungguh melayani dengan lebih sungguh?

Lalu bagaimana kita dapat melihat pemimpin yang telah melayani dengan lebih sungguh?

Pemimpin yang melayani lebih sungguh 

Bagi saya, seorang calon pemimpin dan pemimpin itu sendiri yang ingin melayani lebih sungguh, setidaknya harus atau sudah melakukan dua hal utama, yaitu (silahkan dikoreksi jika ada kekeliruan dan ditambah sendiri jika ada yang kurang),

Pertama, bekerja dan melayani tanpa diskriminasi atau tanpa memilih-milih dan membeda-bedakan tempat, orang dan lain-lain.

Pemimpin yang suka mendiskriminasi bukanlah pemimpin yang baik. Bahkan bagi saya, sang pemimpin tersebut "tidak layak" disebut sebagai seorang pemimpin. Sebab, seorang pemimpin akan berusaha melakukan apapun yang positif, berguna dan bermanfaat demi kesejahteraan, persatuan dan kesatuan.  

Diskriminasi merupakan musuh terbesar persatuan dan kesatuan. Sikap diskriminasi benar-benar hanya akan memecah belah persatuan dan kesatuan itu sendiri. Diskriminasi pula hanya akan membuat orang lain senang, bersuka, tertawa dan gembira ria, sedangkan membiarkan yang lainnya susah, tersakiti bahkan menangis atas penderitaannya.

Diskriminasi adalah sebuah perbuatan ketidakadilan yang sangat merugikan pihak lain dan harus dilawan. Hal ini teramat sangat penting.

Nelson Mandela, seorang pengacara dan politikus dari Afrika yang berjuang mati-matian untuk melawan sikap diskriminasi ras di Afrika. Mandela mengatakan seperti ini, 

"I hate race discrimination most intensely and in all it's manifestation. I have fought it all during my life, i fight it now, and will do so until the end of my days". 

Artinya dalam bahasa indonesia, "saya benci diskriminasi dan segala manifestonya. Saya bertarung sepenjang hidup saya, saya bertarung sekarang dan sampai akhir hayat saya". Hal ini juga harus dipegang oleh setiap pemimpin dan calon pemimpin.

Namun, realitanya masih ada pemimpin yang masih suka berdiam di dalam zona nyamannya. Hanya bekerja, melayani dan berdiam di daerah yang "basah dan berlimpah susu serta madunya". Ia kurang suka bekerja, melayani, berdiam dan bahkan takut dengan daerah yang "kering dan penuh rasa pahit". Ia cenderung malah menghindar dari kesulitan, kelemahan dan kekurangan dengan segala macam cara dan alasan.

Contoh kasus kecil, (*maaf bukan untuk menyinggung dan lain-lain) saya cukup sedih dan agak kecewa dengan rekan-rekan mahasiswa (khususnya di NTT) dari berbagai universitas yang telah lulus sebagai sarjana pendidik dalam bidang pendidikan namun sebagian besarnya hanya memilih menetap tinggal di kota, berlomba-lomba berjuang menjadi tenaga honor/kontrak mengajar di sekolah-sekolah hanya di kota, kalau bukan itu malah menjadi karyawan di toko atau menjadi cleaning service di kantor atau instansi tertentu. Intinya dimana pun tempatnya asalkan "DI KOTA", tidak di kampung, apalagi kampung yang amat terpencil.

Mereka mencari pekerjaan yang tidak sesuai dengan latar belakang ilmu yang telah diperoleh dengan susah payah di bangku kuliah, hanya demi menghindar dari kampung atau daerah terpencil.

Walaupun kabar baiknya berbagai perguruan tinggi di NTT yang mengahasilkan ribuan tenaga pengajar yang berkompeten, namun sebagian alumninya malah enggan kembali untuk membangun desa dan kampungnya yang masih tertinggal.

Saya bahkan lebih sedih lagi dengan rekan-rekan lain yang pergi jauh-jauh menuntut ilmu di luar kota atau bahkan hingga ke luar negeri, namun tidak ingin kembali membangun daerahnya dengan segala potensi yang dimilikinya.

Bagi saya, hal inilah yang menjadi salah satu pemicu masih sulitnya kemajuan pendidikan di berbagai daerah terpencil di NTT yang selama ini kurang disadari. Para mahasiswa yang menjadi calon pemimpin alih-alih sudah mulai melakukan tindakan diskriminasi.`

Saya bukan berniat menjustifikasi, namun inilah realita yang saya temui, bahkan ini pun menjadi kesaksian dari rekan-rekan saya yang terbeban untuk pergi mengajar di daerah pelosok dan menyaksikan sendiri kondisi tersebut.

Seperti kesaksian dari seorang rekan yang dimuat di akun facebooknya

kesaksian Dicky Senda dalam akun facebooknya (sumber : Dokpri - screnshoot status facebook Dicky Senda)
kesaksian Dicky Senda dalam akun facebooknya (sumber : Dokpri - screnshoot status facebook Dicky Senda)
Bagi saya, ini adalah sebuah ironi, sebab perguruan tinggi sebenarnya mendidik dan menghasilkan mahasiswa yang berbekal kepemimpinan yang cukup dan wajib atau dituntut untuk mengabdi kepada masyarakat apapun latar belakangnya di mana pun, khususnya di desa terpencil dan bukan hanya di kota.

Saya malah khawatir dan prihatin bahwa jangan sampai banyak orang berlomba-lomba mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif dan ingin menjadi pemimpin lain sebagainya, namun hanya sebatas mengumbar janji manis dalam mottonya "melayani lebih sungguh" tanpa benar-benar merealisasikannya.

Intinya adalah bahwa seharusnya setiap calon atau pemimpin itu sendiri, apapun jabatan, tugas atau tanggung jawabnya, haruslah dikerjakan dimana pun dan kapan pun tanpa memiliki sikap diskriminasi. Ia wajib untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Kedua atau yang terakhir, bekerja dengan motivasi kasih.

Seorang pemimpin yang memiliki motivasi kasih tidak diragukan keribadian dan sikapnya. Bagi saya, sikap jujur, rendah hati, transparan, tulus dan lain sebagainya merupakan atribut dari kasih itu sendiri.

Inilah yang wajib dan harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang baik. Ia akan sungguh-sungguh bekerja dan melayani dengan sungguh jika dimotivasi oleh kasih.

Kedua hal ini dapat kita pakai sebagai referensi atau acuan untuk menilai para calon pemimpin dan para pemimpin yang sementara menjalankan kepemimpinannya.

Saya benar-benar yakin, kedua hal utama ini jika dimiliki, dipegang teguh dan dilakukan oleh sang calon atau pemimpin itu sendiri maka ia sungguh-sungguh ingin menjadi pemimpin, pemimpin yang melayani dengan sungguh.

Memang tidak bisa disangkal bahwa sebagian besar orang ingin menjadi pemimpin, namun pertanyaannya, apakah ia  benar sungguh-sungguh ingin menjadi pemimpin yang akan bekerja dan melayani lebih sungguh? Bagi yang ingin menjadi Pemimpin, tanyakanlah pada diri sendiri, jangan pada rumput yang bergoyang, hehehe

Jadilah pemimpin yang melayani lebih sungguh...

Salam
Kupang, 17 Februari 2019-02-17
Tonny E. N

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun