Mohon tunggu...
Toni Pamabakng
Toni Pamabakng Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Sosial, Hukum dan Pemerintahan

Tenang, Optimis, Nasionalis dan Idealis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengenal Eksepsi Dalam Perkara Pidana

30 Maret 2021   21:15 Diperbarui: 30 Maret 2021   22:42 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar ilustrasi: https://www.hukumonline.com

Eksepsi adalah keberatan, bantahan atau tangkisan terdakwa dan/atau penasehat hukumnya terhadap Surat Dakwaan (Acte van verwizing) yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, dan belum menyangkut materi pokok perkara.

Alasan-alasan pengajuan eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh terdakwa dan/atau penasehat hukumnya pada dasarnya meliputi:

1. Eksepsi atau keberatan tentang kewenangan pengadilan (kompetensi relatif maupun absolut).

Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Contoh: Tindak pidana yang terjadi di Pontianak tentunya menjadi kewenangan Pengadilan Negeri Pontianak, bukan Pengadilan Negeri Mempawah, kecuali karena alasan tertentu perlu dilakukan pemindahan pemeriksaan perkara berdasarkan penetapan Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung, sesuai dengan tingkat kewenangannya. Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa. Contoh: perkara akibat adanya Keputusan pejabat Tata Usaha Negara, harusnya diperiksa oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, bukan Pengadilan Negeri.

2. Eksepsi atau keberatan tentang surat dakwaan tidak dapat diterima.

Contohnya: pelanggaran terhadap asas "ne bis in idem", terdakwa tidak dapat diadili dan dituntut dua kali atas perbuatan yang sudah diadili dan sudah ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap. Contoh lainnya: apa yang didakwakan bukanlah tindak pidana melainkan perselisihan perdata atau tata usaha negara.

3. Eksepsi atau keberatan surat dakwaan harus dibatalkan atau batal demi hukum.

Contohnya: apabila surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum tidak memenuhi syarat materiil (obscuur libel) sebagaimana ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yang berbunyi: "Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan".

Pemberian kesempatan kepada terdakwa atau penasehat hukumnya untuk mengajukan eksepsi atau keberatan atas SURAT DAKWAAN merupakan suatu hal yang wajar, karena surat dakwaan tersebutlah yang nantinya akan menjadi dasar pemeriksaan perkara lebih lanjut. Hak tersebut selalu diberikan oleh Majelis Hakim dan Terdakwa/Penasehat Hukumnya dapat menggunakan hak tersebut, apabila dipandang menguntungkan dalam pembelaan diri Terdakwa.

Terdakwa/Penasehat Hukum fokus pada 3 jenis alasan mengajukan eksepsi di atas. Jika eksepsi terlalu melebar kemana-mana, apalagi dengan menyampaikan hal-hal yang sudah berkaitan dengan pokok perkara ataupun menyimpang dari pokok perkara, rasanya akan percuma, karena tidak "bernilai hukum" dan tidak akan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam proses pengambilan keputusan. Misalnya: eksepsi yang menyatakan pemerintah zalim, Jaksa Penuntut Umum dungu dan pandir, menurut saya kurang elok dari sisi etika berperkara di Pengadilan. Atau pernyataan yang menyatakan ada orang lain yang melakukan tndak pidana yang sama namun tidak diproses hukum, bukanlah materi yang sesuai pada tahap penyampaian eksepsi dan tidak ada hubungannya dengan perkara bersangkutan. Masing-masing orang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, terlepas ada orang lain yang melakukan hal yang sama ternyata tidak ditindak secara hukum.  Penegakan hukum tidak semata-mata bertujuan mencapai kepastian hukum, tapi juga harus seimbang dengan rasa keadilan dan asas kemanfaatan.  Oleh karenanya jangan heran, bisa saja dalam kasus yang sama, ada yang diproses hukum, ada yang tidak diproses hukum. Bisa jadi pelaku hanya diberikan peringatan saja. Di sisi lain, pelaku yang lain dilanjutkan proses hukumnya, misalnya karena yang bersangkutan sudah diperingatkan, namun mengulangi kembali pelanggaran. Contoh lainnya:  bisa jadi ada tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh seorang yang miskin dan barang yang dicuri bernilai kecil, tidak akan diproses hukum. Hukum pidana pada dasarnya adalah "ultimum remedium",  atau upaya pamungkas dalam penegakan hukum. Selain itu penegak hukum juga memperhatikan asas oportunitas, dimana penuntutan dapat tidak dilakukan jika tidak membawa kemanfaatan dan malah berpotensi menggangu kepentingan umum. 

Selain itu, penyampaian dalil-dalil yang sudah menyangkut materi perkara dan pembelaan sudah ada agenda tersendiri, yaitu pada saat penyampaian PEMBELAAN (Pledoi) oleh Terdakwa dan Penasehat Hukumnya. Penyampaian Pembelaan itu sendiri akan dilakukan setelah Jaksa Penuntut Umum menyampaikan Surat Tuntutan (Requisitoir). Dalam acara pledoi, Terdakwa/Penasehat Hukum diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan fakta-fakta persidangan, alat-alat bukti dan argumentasi hukum untuk meyakinkan Majelis Hakim bahwa dirinya tidak bersalah. Atau kalaupun bersalah, memohon untuk dapat dijatuhkan hukuman yang seringan-ringannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun