Mohon tunggu...
juliana tondang
juliana tondang Mohon Tunggu... -

Aku perempuan tak elok. penghalang binar matamu, tetapi aku tak sudi kau olok. Semoga kau tahu!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Delusi di Bawah Pohon Meranggas

17 Februari 2017   13:22 Diperbarui: 17 Februari 2017   13:55 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gemerisik dedaunan pepohonan meranggas itu terdengar berisik bagiku, sekalipun terdengar seperti rintihan. Semula kututup telingaku tetapi semilir angin yang bertiup semakin lama semakin mengusik hatiku

"Tidak mungkin!! Bagaimana mungkin bersatu?! Aku terlanjur menikahinya!!" Suara dari celah pepohonan meranggas terdengar sedih

Aku mencari sumber suara. Tidak seorangpun kulihat. Hanya pepohonan meranggas dan semilir angin pagi saja. Aku melangkahkan kaki, menginjak tanah becek di pinggiran hutan. Tetes-tetes air berjatuhan dari dedaunan pepohonan meranggas di sekelilingku. Setelah hujan deras semalam ditambah matahari belum menampakkan diri seutuhnya, dingin teramat menggigit. Tubuhku menggigil. Kukancing jaket. Udara dingin membuat aku ingin membatalkan rencana mencari kayu bakar. Aku masih ingin terbuai mimpi di atas kasur kapuk di gubukku tetapi kuurungkan niatku. Kayu bakar di gubukku sudah habis bahkan di atas tungku hanya tersisa bekas pembakaran semalam saja.

"Tapi aku mohon..Hiduplah bersamaku" Kembali terdengar suara.. Aku terkesima. Rintihan pilu. Suara penuh kerinduan. Aku menggeleng-gelengkan kepala. Setelah jauh mencari, aku tidak menemukan sumber suara. Kugigit bibir. Aku menundukkan kepala.

Suara gemerisik dedaunan pepohonan meranggas kembali terdengar. Saat itulah baru kusadari suara rintih penuh kerinduan itu dari dasar hatiku sendiri. Berasal dari rintih pilu kekasihku tiga hari yang lalu.

"Bagaimana kita bisa bersatu? Aku takut!!" Keluhku tiga hari yang lalu.

"Ikutlah bersamaku"

Mungkin karena aku merasa kepedihan yang sama, kata yang diucapkannya terdengar bernada lirih. Kata yang membuat hatiku terasa sakit, selalu terngiang-ngiang di hatiku

Sepotong kayu bakarpun belum kudapat. Ranting-ranting pepohonan meranggas terlalu basah hingga tak satupun dari reranting pepohonan meranggas itu patah. Aku mencari tanah yang sekiranya kering agar aku tidak kebasahan saat aku duduk, tetapi aku hanya menemukan tanah-tanah becek saja. Aku mengurungkan niatku mencari kayu bakar. Sekalipun tanah-tanah masih becek, aku tetap duduk juga di tanah becek beralas kain sarung.

Di bawah pepohonan meranggas aku menangis. Menyesal atas kebodohanku. Demi lelaki tampan dari desa sebelah aku meninggalkan kekasihku. Kebetulan pula saat itu aku dan kekasihku sedang bertengkar hebat. Manis bujuk rayu laki-laki yang sekarang menjadi suamiku begitu memukau hati. Aku terlena. Pada saat itu pula kekasihku pergi ke kota, meninggalkan diriku dalam keadaan marah. Setelah menikah baru aku sadari siapa suamiku yang sebenarnya. Lelaki pemabuk dan terlalu ringan tangan. Bahkan ketika aku hamil entah sudah berapakali tangannya mendarat di pipi dan tubuhku

Kekasihku pulang ke desa tiga hari yang lalu. Menemui aku di tepi hutan ini. Airmataku menetes lagi. Kusentuh dedaunan basah yang berserakan di sekelilingku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun