Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kenaikan Iuran JKN: Kok Usulan DJSN Beda dengan Kemenkeu dan Perpres?

15 November 2019   14:05 Diperbarui: 15 November 2019   14:11 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Live streaming Raker Komisi IX

Dalam salah satu bagian Live Streaming Raker Komisi IX kemarin, ada perdebatan: kok usulan DJSN lebih rendah dengan usulan Kemenkeu yang kemudian masuk Perpres? Tapi waktu rapat kok DJSN menerima begitu saja? Bukankah DJSN yang sebenarnya berwenang mengusulkan besaran iuran? Karena yang hadir hanya DJSN, bersama Kemenkes dan BPJSK, maka Aleg mencecar DJSN. Tentu, DJSN tidak mudah menjawab. Bukan karena tidak tahu. Karena tentu tidak semua dalam wilayahnya untuk menjawab. 

Live streaming Raker Komisi IX
Live streaming Raker Komisi IX

Sebenarnya memang harus dipahami dulu perbedaan konsep berpikirnya. DJSN menyusun perhitungan dengan acuan:
1. Kondisi saat ini untuk menyesuaikan tahun berjalan, dan prinsip evaluasi iuran secara berkala.
2. Defisit JKN ditutup melalui mekanisme tersendiri oleh pemerintah, bukan dari kenaikan iuran JKN.

Maka muncullah usulan DJSN yang memang relatif rendah dibandingkan usulan Kemenkeu. Mengapa Kemenkeu berbeda?

Karena Kemenkeu menggunakan prinsip beda:

Pertama, penyesuaian iuran itu utk sekaligus secara berkala menutup defisit. Tahun 2019 sebagian defisit ditutup oleh penyesuaian PBI dan PPU Pemerintah. Artinya di akhir 2019 masih ada defisit. Perhitungan Kemenkeu 14.28 (dengan bbrp asumsi). Tapi saya terus terang khawatir, defisit di akhir 2019 masih mendekati 19 T (karena beberapa asumsi Kemenkeu tsb ada potensi tidak terpenuhi).

Tahun 2020 ditargetkan akan ada surplus pemasukan dari kenaikan iuran, sehingga dapat menutupi sisa defisit 2019. Selanjutnya akan surplus lagi di 2021, 2022 dan 2023. Baru kemudian ada penyesuaian iuran lagi masuk 2024.

Beda sudut pandang ini yang menyebabkan beda usulan.

Bagi kami yang di penyedia layanan, terus terang lebih setuju usulan DJSN. Poin utamanya: defisit harus segera ditutup. Tidak bisa menunggu dulu "surplus" di akhir 2020. Atau ya mangga kalau tetap mau naik, dengan harapan surplus di ahir 2020-2023. Tapi defisit tetap harus segera ditutup dulu. Yang penting, kondisi defisit yang dibiarkan terus berjalan tersebut, tidak positif bagi pelayanan kesehatan. Ini bukan lagi disrupsi positif, tapi cenderung menjebak dalam lingkaran yang terus memburuk.

Kalau soal "kok defisit dibebankan kepada peserta dengan kenaikan iuran", silakan mangga berkomentar. Kami di pihak penyedia layanan sebenarnya tidak langsung berhubungan dengan soal tersebut. Bagi kami, iuran naik atau tidak naik, tetap saja standar pelayanan harus kami penuhi. Meski dengan susah dan berat ketika ada hambatan finansial oleh defisit JKN, tidak ada pilihan lain bagi kami: pelayanan harus tetap sesuai standar.

Satu hal yang pasti: kewenangan penetapan besaran iuran adalah Kewenangan Presiden melalui Perpres. Jadi tentu bukan kewenangan DJSN atau Kemenkeu. Bagi Presiden, tentu ada pertimbangan-pertimbangan lain selain usulan para pihak.

Mangga.

Tonang Dwi Ardyanto
RS UNS

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun