Mohon tunggu...
TOMY PERUCHO
TOMY PERUCHO Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Perbankan, berkeluarga dan memiliki 2 orang anak.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Agama : Islam. Pengalaman kerja : 1994-2020 di Perbankan. Aktif menulis di dalam perusahaan dan aktif mengajar (trainer di internal perusahaan) dan di kampus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Panggil Saya Saja Ya, Bu...

29 Juni 2020   15:00 Diperbarui: 29 Juni 2020   15:02 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apakah kita segera datang ketika orang tua kita memerlukan diri kita sebagaimana orang tua kita memprioritaskan kita anak-anaknya, apapun situasi dan kondisi yang tengah mereka hadapi...

Orang-orang tua kita berjuang yang terbaik untuk anak-anaknya, bagaimana dengan apa yang kita lakukan untuk mereka...kita nomor satukan atau mereka akan kita letakkan pada prioritas nomor berapa? Diri kita masing-masing yang dapat menjawabnya.

Pada suatu malam "man, tolong anter Ibu sebentar ya ada orang yang minta tolong mau melahirkan...""...yang lain aja Bu, Iman masih ngantuk...", si Ibu pun beralih minta tolong kepada anaknya yang lain.."di, antar Ibu ya sebentar..." yaa...Ibu... Didi kan lagi asyik dengerin musik nih..., yang lain kan bisa Bu.." dengan raut wajah sedih si Ibu beranjak dan melihat anaknya yang lain sedang tekun belajar kemudian si Ibu pun menghampirinya dan berkata : "keliatannya lagi banyak tugas ya Am..."iya Bu, Ibu perlu saya..? Iya Am, ada seorang Ibu minta tolong akan melahirkan, tolong Ibu ya Am karena yang lainnya sibuk sendiri. Tanpa diminta si anak pun berdiri dan berkata pada Ibu nya "ayo Am antar Bu. Terima kasih ya Am". Si am bergegas mengambil sepedanya dan segera mengantar Ibu nya. Ia kayuh sepedanya cepat berpacu dengan waktu di tengah malam gelap, yang kadang licin karena hujan semanta2 untuk mengantar ibunya membantu orang yang akan melahirkan. Seringkali iapun belajar sambil terkantuk2 dan kedinginan menunggu Ibunya membantu proses persalinan. 

Dalam perjalanan pulang ia berkata kepada Ibunya...lain kali bila Ibu perlu bantuan, panggil Am saja ya Bu, biar Am yang antar Ibu...! Ia (Am nama panggilan) adalah anak ke 4 dari sebelas bersaudara. Ibunya bekerja sebagai bidan di kampung, sedangkan sang Ayah bekerja sebagai guru sekolah dasar. Mereka dari keluarga sederhana. Banyak ibu-ibu di kampung tersebut telah dibantu oleh Ibunya dalam proses persalinan. Namun karena kondisi ekonomi yang sangat sederhana mereka tidak mampu membayar biaya persalinan dengan uang, sehingga menggantinya dengan beberapa sisir pisang atau seekor ayam dll sesuai dengan kemampuan mereka bahkan tidak jarang tidak dibayar. 

Namun demikian dibayar atau tidak Si Ibu ikhlas menerimanya. Sebagai bidan, yang ada di dalam hatinya adalah bagaimana ia dapat segera menolong para ibu yang akan melahirkan, karena dengan begitu berarti ia juga menyelamatkan nyawa bayi yang akan dilahirkan. Waktu berputar cepat, prestasi demi prestasi di sekolah diraih si Am hingga perjalanan karirnya pun terus melesat. Walaupun berada di tempat yang jauh, merantau di negeri orang namun setiap waktu ia tidak lupa untuk selalu menghubungi Ibunya untuk mengetahui kabar atau hanya sekedar mendengar suara Ibunya. 

Demikian pula jika ia akan melangkah dan membuat keputusan, ia selalu menghubungi Ibu nya terlebih dahulu untuk meminta doa dan nasehat. Baginya Ibunya adalah segalanya. Ia sangat percaya bahwa ridho orang tua adalah ridho Tuhan. Berkat doa dan ridho orang tua khususnya sang Ibu serta upaya dan kerja keras si anak, menjadikan si Am sukses dalam karirnya dan kehidupan rumah tangganya. Bakti seorang anak terhadap Ibunya ternyata menjadi kunci sukses si anak. Si Am pun menjadi pimpinan perusahaan besar.  

Artikel ini ingin mengingatkan kembali agar kita selalu ingat bahwa di balik kesuksesan kita yang raih, sesungguhnya ada tetesan keringat, air mata, darah, serta doa dan harapan orang2 tua kita, khususnya doa Ibu. 

Benar adanya, pepatah bahwa surga ada di bawah telapak kaki Ibu, karena pada diri setiap orang selalu ada tanda yang merupakan simbol pertalian yang kuat antara kita dengan Ibu kita, yaitu pusar pada perut kita yang digunakan sebagai saluran makan ketika di dalam kandungan Ibu kita, kita memperoleh makanan dari tali plasenta Ibu kita. Hal itu menjadi tanda betapa eratnya kasih sayang Ibu kepada kita, adanya hubungan darah dan emosional antara seorang Ibu dan anaknya. 

Mari kita luangkan waktu beberapa menit saja untuk merenung kembali bagaimana dengan bakti kita terhadap orang tua kita selama ini? Siapapun orang tua kita, buruh cuci kah, tukang becak-kah, tuna netra ataupun orang terpandang, dll, mereka adalah yang menjadikan kita bisa seperti sekarang ini. 

Apapun dan siapapun kita, orang tua kita selalu bangga dengan kita. Apakah kita juga bangga dengan mereka? 

Bagi kita yang masih memiliki orang tua, hentikanlah sejenak langkah dan kesibukan kita mencari dunia, luangkan waktu...sempatkan seberapapun sempitnya waktu kita untuk menjumpai dan menemani orang tua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun