Mohon tunggu...
TOMY PERUCHO
TOMY PERUCHO Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Perbankan, berkeluarga dan memiliki 2 orang anak.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Agama : Islam. Pengalaman kerja : 1994-2020 di Perbankan. Aktif menulis di dalam perusahaan dan aktif mengajar (trainer di internal perusahaan) dan di kampus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Istana Pasir

19 Juni 2020   20:29 Diperbarui: 19 Juni 2020   20:28 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika hidup kita susah bukan berarti kita tidak boleh membantu orang lain, apalagi orang yang lebih susah dari kita. 

Walaupun susah, kita harus tetap bersykur karena masih banyak orang yang lebih susah dari kita...


Seorang pemulung beserta putra kecilnya tengah berteduh di depan sebuah rumah megah. “Waah rumahnya besar dan bagus ya pak…Pasti di dalamnya enak ya pak, dingin ngga kepanasan. Iya le (le : bahasa Jawa panggilan terhadap anak). Pasti yang punya rumahnya kaya, le…sahut si ayah sambil membagi sebugkus nasi warteg menjadi dua dan memberikan separuhnya ke anaknya tersebut. Sambil berbincang, si ayah berkata…sampe bapak matipun kita ngga akan punya rumah semegah itu le. Sing penting kita bersyukur le, walaupun hidup kita susah seperti ini tapi kita cari makan yang halal ya.


“Koe sing rajin bantu bapak ya. Nanti kita bangun istana le. Lho kok istana pak? tanya si anak heran. Iya le, istana ning bawah tanah. Lho? Putra kecilnyapun makin terheran…iya le, ne’ istana di dunia layaknya istana pasir yang bisa hilang dan hancur seketika le. Ne’ kita meninggal semua tujuannya sama, di dalam tanah le. 

Tempat kita bukan di rumah yang megah seperti itu le, tetapi di dalam tanah. Semuanya tidak kita bawa, bahkan sebutuir pasir dan se-sen pun ditinggalkan. Nah, istana ne sing megah nanti kita bangun di dalam tanah dengan amal soleh ya, ilmu yang manfaat, bekti kepada wong tuo (orang tua), sedakah, membantu orang lain, dll. Si anakpun mengangguk tanda mengerti.


Ketika akan mulai makan nasi bungkus tadi, datang seorang pengemis tua dan cacat yang tidak memiliki kaki dan berjalan dengan bertumpu pada kedua tangan yang masing-masing diberi alas sandal jepit dan menyerat badannya dalam posisi duduk dengan tumpuan panggul yang diberi alas kardus dibungkus karet. Si pengemis terlihat kepanasan karena terik matahari yang menyengat dan ingin juga berteduh di bawah pohon yang sama. sambil berbincang, si pengemis mengatakan ia belum makan sementara belum mendapat uang yang cukup. 

Si pemulung pun memberikan nasi bungkus yang akan dimakannya kepada si pengemis tersebut. Ini pak, silahkan. Ayo pak kita makan sama2 ya. Alhamdulillah terima kasih pak. si kecil semakin terheran melihat ayahnya memberikan nasi kepada si pengemis sambil berbisik kepada ayahnya. “Pak, kita kan sedang lapar.nasi sebungkus aja kita bagi dua, kok bapak kasih nasi bapak punya ke pengemis itu, nanti bapak makan apa?” he3x…ya nanti bapak minta nasi mu sedikit ya le, kata si ayah.


Setelah pengemis tua itu berlalu, si ayah berkata kepada putra kecilnya…le, hidup susah bukan berarti kita tidak boleh membantu orang lain, apalagi orang yang lebih susah dari kita. walaupun hidup kita susah, kita harus tetap bersykur le karena masih banyak orang yang lebih susah dari kita seperti pengemis tua itu. Ini yang bapak maksud, amal soleh untuk bekal kita membangun istana yang megah di “bawah tanah” yang akan kita bawa dan menjadi tempat tinggal kita selamanya.

Jadi susah senang tetap kita syukuri yo le, karena Tuhan telah menetapkan jodoh, rezeki, umur masing-masing orang berbeda-beda. Sing lebih kudu bantu sing kurang, sing pinter bantu sing kurang pinter, dst. Dengan begitu hidup kita menjadi berwarna dan bermakna ya le. Wis, kita lanjutkan nanti ya. 

Kita harus giat bekerja karena Tuhan tidak akan mengubah nasib kita bila kita tidak merubahnya dengan kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas dan senantiasa membantu dan memudahkan urusan orang ya. Tanam yang baik dan tetaplah rendah hati ya le. Iya pak.

Kejadian di atas ingin mengajak kita untuk merenung sejenak, mensyukuri segala nikmat yang kita terima dan rasakan selama ini dan mengingatkan kita untuk senantiasa menanam kebaikan dimanapun, kapanpun dan kepada siapapun agar hidup kita berwarna dan bermakna serta bermanfaat bagi orang lain.

Mari kita bangun “istana yang megah” dengan senantiasa sabar dan syukur, kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, memperbanyak amal ibadah dan banyak bercermin untuk senantiasa memperbaiki diri.

Memperingan beban dan memperbanyak bekal untuk perjalanan kita berikutnya agar selamat dan bahagia dunia dan akhirat……

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun