Tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Seharusnya kita bangga dengan hari itu. Namun ironis, tidak ada gegap gempita Bazar Buku, Promo Buku Bacaan, di toko-toko buku atau perpustakaan. Ada apa dengan buku kita?
Benar kata orang-orang, membaca membuat kita pintar. Semakin membaca semakin pintarlah kita. Apakah benar pernyataan seperti itu? Bahkan ada plesetan anak-anak sekolah saat menghadapi ulangan atau ujian, “Membaca = Lupa”, “Tidak Membaca = Tidak Lupa” yang dokonotasikan bahwa saat menghadapi ujian jangan membaca buku pelajaran, karena semakin membaca akan semakin lupa. Hahahahaha...
Saya terus terang salut dengan kebiasaan membaca buku orang-orang Jepang. Di bus, di kereta, di taman, sambil berjalan pun mereka membaca buku. Entah buku apa yang dibaca, namun di situ tampak bahwa membaca adalah bagian dari kehidupan orang-orang Jepang, maka tidak heran orang Jepang hebat dalam segala bidang. Terutama dalam bidang teknologi, sampai-sampai teknologi mereka “menjajah” bangsa lain, atau sebaliknya bangsa lain mencontek teknologi bangsa Jepang. Itu semua karena membaca buku!
Bagaimana dengan kita, orang Indonesia? Saya tidak melihat banyak orang Indonesia yang baca buku di tempat-tempat umum, di atas bus, di dalam kereta api, atau dimanapun, kecuali di perpustakaan, di kampus, dan di sekolah. Dan jika ada yang membantah bahwa orang Indonesia malas membaca, lalu apakah mereka memang benar-benar rajin membaca? Dan jika iya, apa kepintaran yang dapat ditunjukkan?
Bukti nyata, setiap menjelang Ujian Nasional (UN), paket-paket soal dikawal aparat keamanan. Mengapa? Karena takut bocor. Kenapa takut bocor? Karena mereka malas membaca buku pelajaran, mereka lebih suka instan, mencontek lalu mendapat nilai bagus. Wow luar biasa! Seandainya mereka rajin membaca buku pelajaran maka mereka yakin bisa mengikuti ujian dengan jujur. Dan tidak akan ada penjual atau pembeli soal-soal bocoran. Itu baru contoh kecil.
Saya pribadi suka membaca buku. Saya suka membaca buku yang bertemakan non-fiksi seperti sejarah, penemu, politik, agama, filsafat, sain dan teknologi. Saya kurang suka membaca buku bertemakan roman, apalagi roman picisan. Saya lebih suka baca novel daripada komik.
Di zaman yang semakin modern ini, buku akan semakin ditinggalkan, saya berharap tidak. Mengapa? Lihat saja sekarang banyak yang menawarkan sistem e-reading (membaca secara elektronik melalui gawai, yang dibisa diunduh dengan mudahnya).
Saya setuju saja, mengingat secara fisik buku akan memakan banyak biaya untuk perawatannya, juga bahan kertas tidak selamanya tahan lama. Tapi yang jadi masalah adalah budaya membaca. Membaca boleh dimana saja, kapan saja, melalui apa saja. Sekali lagi, membaca membuatmu menjadi pintar.
Kiranya dengan Hari Buku Nasional, akan memberi semangat kepada kita untuk menjadikan “Membaca” sebagai budaya di dalam kehidupan kita.
Selamat Hari Buku Nasional!