Mohon tunggu...
Tommy TRD
Tommy TRD Mohon Tunggu... Penulis - Just a Writer...

Jumpa juga di @tommytrd

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Sudah Jadi Pegawai?"

18 April 2022   05:37 Diperbarui: 18 April 2022   06:09 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan ini sering sekali saya dengar dari orang tua yang bertanya tentang seseorang, atau mungkin anak kerabatnya. Ya lebih kurang seperti itu lah. "Sudah kerja dimana ?", "sudah jadi PNS ?", yang selalu membuat saya geleng-geleng kepala.

Seperti ada hukum tidak tertulis bahwa yang pekerjaan itu ya pegawai. Pegawai swasta, atau PNS. Kalau di luar itu ya bukan pekerjaan, dianggap hobi. Kalau ada seseorang yang ingin jadi penyanyi, para generasi senior (orang tua) akan bilang itu bukan pekerjaan, itu hobi. Yang lebih skeptis akan bilang itu ngamen. "Mau makan apa dari ngamen?" Padahal sekali ngamen di Wembley Stadium bisa buat seorang "pengamen" pensiun seumur hidupnya.

Kalau ada yang ingin jadi pelukis, orang banyak juga akan mengatakan itu bukan profesi. Itu hobi, menggambar lebih tepatnya. "Mau makan kertas gambar?" Kalau ada yang jualan tahu, itu juga bukan dibilang pekerjaan, itu dagang. Itu usaha. Bukan pekerjaan. Seolah-olah hidup ini harus jadi pegawai untuk bisa dikatakan bekerja. Seolah-olah kalau tidak jadi pegawai tidak bisa makan. "Mau makan apa kalau gak jadi pegawai?".

Walaupun saya seorang pegawai, yang kastanya dianggap seperti mendekati kasta nabi di pandangan sebagian besar orang (terutama orang tua), saya menolak keras stigma-stigma yang memandang rendah pekerjaan lain. Bahkan memalukan juga bahwa pemikiran-pemikiran seperti itu masih ada zaman sekarang.

Perubahan itu nyata. Dulu bekerja di Nokia adalah kasta tertinggi bagi orang Finlandia. Sama halnya seperti bekerja di Samsung bagi warga Korea. Namun hal seperti itu tidak bertahan selamanya. Ada perubahan-perubahan sosial yang merubah cara pandang orang dalam bekerja atau menghidupi dirinya.

Siapa yang dulu menyangka cuap-cuap di youtube akan menjadikan seseorang milyarder. No body!!! Faktanya kita tahu sekarang. Bahkan saya pernah menemukan seorang penambal ban, yang penghasilannya per bulan melebihi penghasilan saya, yang kasta pekerjaannya dianggap seolah-olah sudah mendekati siddratul muntaha ini. Bedanya, pekerjaan penambal ban dianggap kotor, PNS dianggap "elegan".

Saya punya bocah berusia 9 tahun. Iseng saya bertanya, kelak besar mau buat apa ? Jawabannya, buat team e-sport. Awalnya saya mengernyitkan dahi, karena saya masih termasuk ke dalam golongan yang menganggap video game (e-sport) itu permainan bukan olahraga. Gamers itu pemain video game, bukan atlet. Tapi pemikiran itu saya simpan dulu.

Saya pun bertanya lebih lanjut, "and... how it will works?" Dia pun menjelaskan lebih detail lagi. Bahwa dia akan menjadi gamers. Kalau dia hebat, dia akan dikontrak tim e-sport besar, dan digaji besar. Jika dia menang turnamen e-sport, dia akan dapat uang lebih besar lagi. Saat uangnya sudah terkumpul, maka ia akan membuat tim e-sport nya sendiri, merekrut dan menggaji gamers-gamers hebat bermain untuk timnya.

Perhatikan bagaimana ia menjelaskan itu. Bahwa anak sekecil itu memiliki konsep pemikiran tentang apa yang akan ia lakukan nanti. Apakah itu hanya pemikiran 1-2 hari, silahkan saja. Ia masih punya banyak waktu untuk menentukan apa yang ia inginkan. Apakah ia akan berhasil atau tidak, itu tergantung dia dan Tuhan. Tapi keberaniannya untuk memiliki mimpi seperti itu, dan menyusun langkah demi langkah dalam mencapai yang ia inginkan, amazing.

Dan saya tidak mengatakan main game itu bukan pekerjaan, itu hobi. Saya juga tidak mengatakan mau makan apa dari main game !? Karena zamannya nanti berbeda dengan saya. Setiap dari kita memiliki jatah hidup di dunia satu kali, dan saya menginginkan dia menjalankan kehidupannya sendiri dengan baik, bukan kehidupan saya, apalagi kehidupan orang lain.

Tentu bagus bekerja menjadi pegawai/PNS, apalagi kalau diniatkan melayani orang banyak dengan sebaik-baiknya, bisa menjadi amal jariyah yang tidak terputus. Tapi menganggap pegawai/PNS sebagai satu-satunya "pekerjaan" atau "profesi" yang bisa memberi makan? Saya rasa peradaban pemikiran saat ini sudah jauh lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun