Mohon tunggu...
Tolib
Tolib Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis dengan ceria

Mohon maaf jika ada salah kata salah bahasa, cuma belajar menulis dan mengeluarkan aspirasi saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Anak Nakal Ditinggalkan Orang Tua

14 Mei 2019   21:27 Diperbarui: 14 Mei 2019   21:34 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gamang mak,
Mak, semenjak sepeninggalmu dan bapak 7 tahun lalu saya semakin tidak memiliki apa- apa, bahkan cinta sekalipun. Kehidupan yang selalu engkau ceritakan kepada saya ternyata benar adanya, saya pikir hidup tak akan seruwet ini, tak akan segamang ini. Sekarang manusia telah berjalan semaunya.

Di umur saya yang baru setengah hari ini, begitu banyak kemalangkabutan yang telah saya lihat dan saya rasakan. Begitu banyak yang di manipulasi, begitu banyak yang telah dikaburkan, segalanya dalam kepalsuan, bersandiwara, saling menipu, merusak, bahkan saling menyakiti. 

Segalanya jadi hal yang biasa disini, setiap hari harus saja ada yang tersakiti, harus saja ada yang merasa terbuang. Saya memang tidak mengerti tentang hukum Hak Asasi, tentang aturan Negara, tentang hukum beragama, apalagi konsef - konsef para filsafat tentang hakikat dasar kemanusiaan, saya sama sekali tidak mengerti segala hal tentang itu, tapi saya pikir mereka yang telah banyak belajar dan lebih mengerti, lebih paham kenapa malah bertindak sesuka dan seenaknya. Saling menipu, saling menyakiti, bahkan merusak dirinya sendiri. Walaupun memang pada dasarnya kita manusia memiliki sifat sebagai perusak.

Segalanya gamang mak, saya harap engkau ada di sini sekarang mak, masih banyak yang mau saya ceritakan, masih banyak yang harus saya ungkapkan. Rasanya saya sangat ingin sekali menangis mak, tentu dalam pangkuanmu. Saya selalu rindu segelas kopi yang selalu engkau siapkan sebelum kita bicara tentang perihal kehidupan. Saya pernah berpikir untuk jadi seperti mereka, berfikir seenak dan bertindak sesuka hati tanpa peduli apa yang telah rusak, bagaimana menurutmu mak? apakah dengan itu akan membuat saya lebih tenang atau malah membuat hidup saya semakin ruwet. Mak, saya sekarang berjalan dalam gamang, dalam lorong sempit dan becek. Jalan saya tiada arah, semuanya gamang. Saya masih berharap engkau ada di sini mak. Tolong, tolong beritahu saya segalanya tentang hidup ini, saya sangat cape mak, apa yang harus saya lakukan pada perjalanan hidup saya. Saya sangat bingung, saya sudah tidak memiliki arah, saya tidak akan mampu berjalan sendiri. setidaknya saya butuh teman untuk bercerita atau mungkin sekedar pegangan agar ada yang menggusur saya ketika saya tidak lagi sanggup berjalan.

Mak, masihkah engkau membaca surat dari saya? masih banyak yang mau saya ceritakan mak, semoga engkau selalu sabar menghadapi saya, semoga engkau tidak pernah lelah mendoakan saya. Oiya mak, jangan pernah beritahu bapak tentang keluh kesah saya, saya tidak mau ia menganggap saya anak laki-laki yang lemah. Walaupun memang benar saya ini anak yang lemah, cemen bahkan goblog. Bilang saja bahwa saya disini hidup dengan damai juga bahagia, bilang saja bahwa saya telah belajar dengan sungguh-sungguh.

Mak, saya ingin menceritakan tentang seseorang, Seseorang yang telah merubah saya, seseorang yang telah menghapuskan segala bentuk kegamangan dalam hidup saya, seseorang yang telah mengembalikan semangat hidup saya. Seseorang yang bagai kamu mak,
Kemarin sepulang dari kampus saya melihat seorang perempuan, sepertinya ia perempuan baik, ia terlihat tenang dalam ruwetnya metropolitan, saat saya melihatnya hati saya terasa tenang dan damai.

Keesokan harinya dengan waktu dan tempat yang sama saya melihatnya lagi entah dari mana ia. Karena saat itu sedang turun hujan sangat beruntung bagi saya ia menghampiri dan duduk di samping saya sekedar untuk berteduh, ia sangat terasa hangat saat itu mak. Mak, haruskah saya menyapanya atau biarkan saja ia berlalu ditelan waktu, sebagai perempuan engkau pasti mengerti tersinggungkah ia bila saya menyapanya, saya takut ia marah. Selama ini dalam hidup saya belum pernah ada yang mengajari saya tentang perasaan-perasaan, tentang bagaimana bercakap dengan seseorang yang diam-diam saya kagumi.

Hari-hari berlalu, dan selama itu setiap hari saya melihatnya, pernah sekali ia melemparkan senyum kepada saya, jantung saya serasa pecah seluruh tubuh saya terasa lemah saya tidak bisa berkutik dan bersuara. Bodohnya saya saat itu, saya hanya bengong dan terlihat seperti orang bodoh. Lalu ia pergi begitu saja berlalu bagai ditelan waktu tanpa sepatah katapun keluar dari mulut saya.

Entah berapa malam telah saya habiskan untuk menyiapkan kata selembut mungkin agar ketika saya ucapkan ia tak akan mencampakan saya. Tapi akhir-akhir ini ia tidak pernah lagi saya lihat, entah kemana ia pergi. Sampai satu tahun berlalu saya tidak pernah melihatnya. Lagi, ketika saya memiliki harapan, harapan itu malah pergi lenyap di telan sang waktu. Saya sangat ruwet saat itu, saya sangat membenci dan marah pada diri saya sendiri.

Akhirnya saya sadar saya harus melupakan ambisi-ambisi saya, melupakan segala hal yang bersifat fana, saya harus fokus pada pendidikan-pendidikan saya. Saya hanya selalu berdoa agar kami dapat bertemu diwaktu dan tempat yang baik, agar kebaikan dan keselamatan selalu menyertai hidupnya.

Hidup saya kembali sepi tidak ada yang berbeda selain ruwetnya kota, saya menjalani hari-hari dengan suram tidak ada harapan selain berharap untuk sukses di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun