Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jurusan Kuliah Itu Ibarat "Pasangan" di Altar Pernikahan

22 Mei 2017   13:04 Diperbarui: 15 April 2019   14:53 1772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar (The Bride Dept)

Singkat cerita, atasan saya tadi bilang gini pas kebetulan dengan sedikit bercanda saya bilang, “mungkin saya salah jurusan.” Tapi dia berkata jangan bilang salah jurusan, sudah mau selesai kok merasa salah jurusan. Itu kan ibarat pasangan yang kita bawa ke altar pernikahan. Jadi maksudnya wanita atau pria kan banyak di dunia ini, tapi yang kita bawa ke altar pernikahan, itulah yang digariskan Tuhan untuk jadi pasangan kita seumur hidup. 

Mungkin bukan seperti dia pasangan yang kita harapkan saat dulu kita masih muda, tapi dia yang kita bawa ke altar pernikahan itulah yang Tuhan pilihkan untuk menjadi jodoh sehidup semati kita. Ya nggak tahu nyambung atau enggak, ya tapi kan kadang kita merasa begitu. Sudah mau lulus, sedang skripsi, IPK tinggi, tapi masih merasa salah jurusan.

Mungkin ini hanyalah masalah pola pikir. Saya jadi teringat sebuah cerita, saya lupa membacanya di mana. Jadi ceritanya ada sebuah restoran yang menjual makanan, jadi setiap memesan makanan si pelayan akan bertanya pada pembeli, ”pakai telur apa enggak?” Ternyata kebanyakan pembeli bilang enggak pakai telur. Karena hal itu telor restoran tersebut jadi lama habisnya, bahkan tak sedikit yang pecah dan menjadi busuk. 

Lalu datanglah seseorang yang punya ide agar telur-telur tersebut cepat habisnya, maka dia meminta agar para pelayan merubah pertanyaan mereka tiap kali ada pembeli yang memesan, ”pakai telurnya satu apa dua?” Dengan mengubah pertanyaan tersebut, pembeli seperti dikondisikan untuk memakai telur juga dalam makanannya. Akhirnya telur restoran tersebut pun lebih cepat habisnya.

Sebenarnya ceritanya sih nggak gitu, cuman ya intinya kayak gitulah. Pertanyaan yang kita ciptakan untuk diri kita sendiri akan membuat diri kita terkondisikan. Saat kita selalu bertanya apakah kita salah jurusan atau tidak, maka saat ada tantangan sedikit dalam perkuliahan kita akan merasa salah jurusan. 

Kalau masih semester satu sih okelah, masih bisa pindah. Tapi kalau sudah di pertengahan semester apalagi sudah skripsi, saya rasa memang bukan soal “salah jurusan atau tidak” lagi yang kita pertanyakan pada diri kita. Anggaplah jurusan yang kita jalani sekarang adalah “jodoh akademis” kita. Suka tidak suka, cantik tidak cantik, dialah jodoh akademis yang kita pilih saat pertama kali mendaftar kuliah.

Alangkah lebih baik bertanya, kira-kira dari jurusan yang kita telah serap ilmunya ini hal apa yang bisa kita kembangkan. Jangan lagi menganggap diri kita salah jurusan, anggaplah kita sedang belajar ilmu baru. Toh untuk bidang-bidang yang kita suka, seperti desain misalnya, kita bisa mempelajarinya secara otodidak. 

Memang akan sulit kalau itu menyangkut beberapa jurusan seperti kedokteran, hukum dan beberapa  profesi yang memang harus lahir dari jurusan yang sudah ditentukan. Makanya hati-hati saat memilih jurusan, jangan gegabah apalagi sekedar ikut-ikutan. Tapi ya pada intinya, kalau kita mau jadi pengusaha nih misalnya, tapi kita kuliahnya di jurusan dokter gigi, percayalah prinsip-prinsip kelimuan dari jurusan tersebut pasti kepakai kok. Chairul Tandjung sudah membuktikannya. Lihat saja kerajaan bisnisnya, padahal aslinya dia itu calon dokter gigi.

Saya pernah dulu ikutan seminarnya satu kali, waktu itu ada job fair di Universitas Padjajaran yang dekat Telkom, dekat Gasibu situlah. Waktu itu dia bilang jadi pengusaha itu butuh ketelitian tingkat tinggi loh, butuh perhitungan, butuh analisa yang tajam, nah semua itu ternyata dia dapatkan pas kuliah di kedokteran gigi Universitas Indonesia. Kebayang kan kalau seorang dokter gigi nggak teliti? Pasti salah nyabut gigi tuh. Nah prinsip-prinsip jadi dokter gigi itulah yang diserapnya untuk kemudian diterapkan pada bisnis yang dia bangun. 

Jadi bukan lagi saatnya mengandalkan institusi untuk menjadi pembelajar. Bukan lagi saatnya disuapi, berharap diam di kelas, dan duduk sambil mendengar dosen politik menerangkan berbagai definisi apa itu politik. Kalau kamu merasa salah jurusan belajarlah secara otodidak dan mandiri. Itu adalah alternatif pembelajaran yang paling tepat. 

Tapi yang paling penting adalah mengubah pola pikir, ingat jurusan yang kamu ambil di kampus itu kayak pasangan yang kamu beri cincin di altar pernikahan. Setelah paham dengan semua ini saya pun jadi membayangkan kalau jurusan yang saya ambil ini, sama dengan saya membawa Mikha Tambayong di altar pernikahan.

Bandung 22/05/2017

Penikmat yang bukan pakar

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun