Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Presiden Perhatian, AHY-SBY Jangan Berharap Perlakuan Istimewa

15 Maret 2021   14:52 Diperbarui: 15 Maret 2021   14:54 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar tribunnews.com

Presiden Joko Widodo atau Jokowi disebut telah memanggil Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly soal polemik Partai Demokrat. Didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Jokowi memanggil dua anak buahnya pada Senin pekan lalu, 8 Maret 2021."Presiden menanyakan bagaimana rencana menyelesaikan konflik Demokrat," kata Mahfud kepada Majalah Tempo pada Jumat, 12 Maret lalu. Jokowi memerintahkan para menterinya menangani masalah Demokrat sesuai aturan yang berlaku. "Presiden menegaskan agar kami tak memihak kubu mana pun."

Menarik mendengar pernyataan Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari.Menurut M Qodari, AD/ART 2020 Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono mencerminkan minimnya demokrasi dalam partai tersebut.

Adapun AD/ART 2020 Partai Demokrat yang disorot oleh M Qodari adalah sebagai berikut:

"KLB bisa dilaksanakan atau setidaknya didukung 2/3 DPD, separuh DPC tapi harus disetujui ketua majelis tinggi, padahal dalam kongres majelis tinggi suaranya hanya 9, DPD 68, lalu DPC 514 kabupaten kota. Jadi yang berkuasa itu sesungguhnya siapa? Apa pemilik suara atau mayoritas suara atau ketua majelis tinggi?"

Inilah kejanggalan yang dilihat oleh M Qodari. Berdasarkan fakta ini sebenarnya cukup beralasan para kader yang kecewa Mengadakan kongres luar biasa. Untuk apa ada dalil suara mayoritas jika semua harus disetujui oleh Ketua Majelis tinggi. Saat ini Ketua Majelis tinggi Partai Demokrat adalah Susilo Bambang Yudhoyono.

Artinya untuk apa ada klausa ambang batas suara untuk melaksanakan kongres luar biasa, kalau keputusan finalnya ada pada Ketua Majelis tinggi. Dari sini terlihat bahwa tidak ada demokrasi dalam tubuh Partai Demokrat.

Sebab suara atau keputusan majelis tinggi begitu Powerful, melampaui dominasi kolektif suara kader partai Demokrat. Poin ini tentu dapat diperluas. Misalnya mayoritas kader ingin si A menjadi ketua umum. Namun jika Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Majelis tinggi ingin si B menjadi ketua umum, maka yang akan jadi ketua umum adalah si B.

Sebab dari poin diatas dapat kita lihat bahwa Ketua Majelis tinggi memiliki hak Veto untuk menggugurkan keputusan para kadernya. Mungkin inilah yang menyebabkan Susilo Bambang Yudhoyono begitu Powerful di Partai Demokrat. Itu sebab Partai Demokrat terkesan menjadi partai keluarga. Yang seluruh posisi pentingnya diisi oleh keluarga Susilo Bambang Yudhoyono.

Agus Harimurti Yudhoyono sebagai ketua umum, Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Majelis tinggi, hingga Edhy Baskoro atau Ibas sebagai wakil ketua umum.

Kembali pada pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD, Jokowi sudah meminta para menterinya untuk menangani kasus Partai Demokrat tanpa keberpihakan. Jokowi juga meminta tidak ada kubu yang dispesialkan.

Kita lihat betapa pedulinya Presiden Jokowi pada kisruh yang menimpa Partai Demokrat. Kalau Jokowi mau bisa saja dia berpihak. Namun faktanya Jokowi meminta para menterinya untuk bersikap adil.

Maka sebaiknya Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono bersabar sedikit. Jangan terus menuduh dan menyudutkan Presiden Jokowi. Sebab Jokowi tidak berbuat apapun dalam kisruh yang menimpa Partai Demokrat.

Kisruh yang ada saat ini murni dari kader partai Demokrat sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun