Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Singkatnya Bulan Madu di Tempat Kerja yang Baru

9 Mei 2020   20:59 Diperbarui: 9 Mei 2020   21:12 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu bagian menyenangkan ketika pindah kerja adalah masa trainingnya. Dalam arti pada kondisi ini kita masih anak baru, dan tekanan belum terasa betul. Setidaknya sampai menerima gaji pertama kita masih bisa sedikit berleha-leha. 

Tapi setelah itu kita akan dilepas sendiri, dan tidak lagi didampingi dalam melakukan pekerjaan kita sehari-hari. Kalau kita salah kita mulai dimarah, tak lagi dimaklumkan seperti di awal-awal kerja.

Pengalaman saya misalnya, sebulan training sebagai mikro kredit sales, di bulan kedua saya sudah ditarget dan jalan sendiri. Maka saya dituntut untuk belajar cepat. Dituntut harus bisa mengikuti irama kerja para senior yang sudah terampil dan cepat.

Beberapa waktu yang lalu saya ngobrol dengan seorang teman yang menceritakan penyesalannya karena resign dari tempat kerja lamanya. Rasanya bukan sekali ini saja saya mendengar orang yang menyesal setelah resign dari pekerjaannya.

Teman saya itu mulai menyesal tiga bulan belakangan, dia mulai membandingkan perusahaan tempat bekerjanya sekarang dengan tempat kerjanya yang dulu. Kesimpulannya, ternyata masih enak yang dulu.

Saya sendiri juga pernah mengalami hal ini. Waktu itu saya memutuskan resign karena ingin menyelesaikan skripsi. Saya mikir, kalau sudah jadi sarjana bisa dapat kerja yang lebih baik.

Tahunya kebalik, malah lebih susah. Dan beberapa bulan setelah wisuda saya mulai menyesal karena dulu resign. Ingin kembali ke tempat sebelumnya bisa saja, tapi ada gengsi dan rasa malu hinggap di dalam dada. Apalagi ketemu gebetan, mau ditaruh di mana ini gelar sarjana.

Ada banyak orang sering mengeluhkan situasi kerjanya sekarang, lalu resign berharap dapat kerja yang lebih baik. Faktanya tak semua orang memperoleh apa yang diharapkan.

Maka ada satu prinsip yang harus ditekankan dalam diri saat kita memutuskan resign dari sebuah perusahaan. Kita harus realistis dulu dan mempersiapkan diri kalau nyatanya kita mendapat kerja yang tidak sesuai keinginan. 

Misalnya saya, sebelumnya saya bekerja di bidang operasional, tiba-tiba harus belajar jadi seorang marketing. Maka saya harus siapin mental dengan dunia yang baru. Kalau pekerjaan sebelumnya tergolong mengalir apa adanya, di dunia marketing ada banyak tantangan yang membuat pekerjaan ini terasa bergelombang.

Hal lain yang harus ditanamkan adalah siap berjuang apapun kondisi di luaran sana. Alasan saya tidak kembali ke perusahaan sebelumnya adalah rasa gengsi dan malu, saya tak mau dipandang gagal di luaran sana lalu kembali dengan wajah tertunduk. Maka hal lain yang harus ditekadkan adalah move on dari bayang-bayang perusahaan sebelumnya. 

Saya sendiri kadang masih suka membayangkan hal-hal positif di tempat kerja sebelumnya. Seperti bisa datang terlambat, tak ada target, kerja bebas mengenakan pakaian apapun dan hal lainnya. Akhirnya saya mulai menyesal dan mulai melihat sisi negatif tempat bekerja saya yang sekarang.Bagaimanapun saya harus move on, maka saya mulai memikirkan hal yang sebaliknya.

Saya mulai memikirkan hal-hal negatif di tempat kerja saya sebelumnya. Seperti misalnya, karir tidak ada, gaji pas-pasan, sistem yang bobrok dll. Tujuannya agar saya move on.

Saya mulai berpikir, mungkin tempat kerja saya dulu nyaman, tapi tak cocok untuk orang yang ingin mengalami kemajuan. Di tempat yang baru bulan madunya mungkin hanya terasa sebulan, sisanya tekanan, tekanan dan tekanan.

Tapi itulah tantangan yang kita lupakan saat berharap mendapat penghidupan yang lebih baik dari pekerjaan.Kalau kita sukses melewati tekanan dan tantangannya, pasti ada karir yang akan dihadiahkan sebagai imbalan kinerja kita.

Di tempat yang lama mungkin bulan madu terasa setiap harinya.Kerja nyaman, tak ada tekanan, tapi mungkin gaji juga pas-pasan, tak ada karir yang bisa dikejar, dan tak ada kemajuan berarti yang bisa kita dapatkan.

Seperti yang saya alami  saat training di sebuah perusahaan, waktu itu saya dan teman-teman dari berbagai daerah se Indonesia dikumpulkan di Jakarta.Menyenangkan sekali masa training ini, dapat teman baru, tinggal sebulan di hotel gratis, seperti liburan saja rasanya. 

Tapi setelah masa training selesai kami dikembalikan ke daerah kami masing-masing untuk mulai bekerja. Habis sudah bulan madu di dunia kerja, berakhirlah masa indah untuk belajar secara teori saja.

Saat kami sampai di daerah kami masing-masing, kami harus belajar prakteknya, sebulan kemudian mulai diperlakukan sama dengan pekerja senior lainnya.

Jangan langsung putus asa.Memang begitulah dunia kerja.Bulan madunya tak bisa selamanya.Keindahan tempat kerja sebelumnya kebanyakan hanya fantasi karena kesulitan yang kita hadapi saat ini. 

Coba ingat hal negatifnya dan alasan kamu meninggalkannya. Move on lah dari perusahaan sebelumnya, jangan terikat terus dengan kenangannya.

Bisa jadi itu stimulus yang diberikan rasa malas dalam diri, agar kita menyesali apa yang sudah kita putuskan jauh-jauh hari. Maka, singkatnya bulan madu di dunia kerja, jangan membuat kita putus asa.

Penikmat yang bukan pakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun