Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Ini Tantangan Jadi Penjual Asuransi

5 Juli 2019   14:09 Diperbarui: 5 Juli 2019   14:49 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wartawan...inilah profesi impian saya sejak masa SMA di Pekan Baru. Entah sejak kapan saya mendambakan profesi ini.Apa sejak saya jatuh cinta dan ditolak ya? Hahaha, saya lupa.

Tapi dalam novel saya yang berjudul Kamu dan Braga saya menceritakan dorongan hati saya yang ingin jadi seorang wartawan, wartawan di media apapun, tapi waktu itu Kompas adalah tujuan saya.

Saya lulus SMA tahun 2010, pada masa ini media cetak masih jaya-jayanya. Dan media online terus merangkak naik.Walaupun saat saya di kampung dulu, saya belum pernah bersentuhan dengan media online.

Ketika itu setiap pulang sekolah, saya dan seorang sahabat bernama David Adrianto Manulang, yang posturnya mirip Sylvester Stallone, harus langsung ke pasar untuk bantu menutup dagangan orang tua. Sekarang jika saya mengenang masa ini, rasanya indah sekali..Tak terperikan kalo kata Andrea Hirata.

Nah setelah pasar tutup dan orang-orang juga menutup dagangannya, kan banyak tuh koran-koran bekas berserakan.Disitulah saya suka mengumpulkan koran-koran bekas itu dan mulai melahapnya stau persatu.Itulah salah satu kegiatan rutin saya selama masa SMA.

Hobi membaca saya memang sudah ada sejak kecil, mungkin karena orang tua saya suka menyediakan majalah bobo dirumah.Sejak itu saya terus berlangganan majalah bobo, juga saya suka membaca cerita Petruk dan Gareng karya Tatang S yang tanda tangannya sulit sekali untuk ditiru.

Pada masa itu saya juga suka ngeband di sekolah. Entah kenapa hal yang sekarang terasa norak ini dulu seperti keren di sekolah.Terutama untuk kaum Adam, entah kenapa kok merasa keren kalau bisa main gitar.Yah namanya juga di kampung.Itulah trend pada masa itu.

Sekarang trend nya bergeser toh, lebih ke boy band, dan kini orang yang dulu menggandrungi trend ini juga pasti merasa hal itu norak, atau bahasa kekiniannya alay.

Dorongan untuk jadi orang terkenal lahir di diri saya dari hobi jadi anak band.Kalau ngelihat Peterpan (sekarang Noah) dipuja-puja dengan Ariel nya siapa sih yang tak ingin seperti mereka.Tapi saya tahu, memang saya ingin jadi populer kelak, tapi bukan sebagai anak band, melainkan sebagai seorang jurnalis, kesanalah kedewasaan mendorong saya.

Bagi saya profesi jurnalis itu nyentrik dan berkharisma, ada kemurungan yang saya suka dari profesi ini, yaitu berpikir.Memang saya cukup suka melamun dan berpikir.Kelak saat saya kuliah dan merasa gagal mencapai impian jadi wartawan, dosen adalah alternatif profesi yang sangat saya ingini.Nanti lain kali saya cerita soal ini.

Singkat cerita saat saya sudah lulus kuliah dunia media sudah tergoncang.Kelahiran internet dengan penetrasi yang sangat cepat, membuat satu persatu koran yang dulu sering saya baca gulung tikar.Kini bukan hanya koran, majalah pun sudah banyak yang tak terbit secara fisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun