Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mencari Rezeki di Ranah Digital

4 November 2017   16:34 Diperbarui: 1 Februari 2019   12:54 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deden Hairuman Azam, ketua Yayasan Seruni ( Yayasan Seruan Hati Nurani ) Foundation tengah memberi pelatihan marketing pada para anak asuh (gambar dok pri)

Dulu, saya termasuk anti dengan sesuatu yang berbau-bau marketing. Dalam dunia kerja saya selalu menghindari posisi untuk menjadi seorang marketing. Sudah terbayang di kepala saya betapa beratnya tanggung jawab seorang marketing (Marketer). Kebetulan teman saya ada yang bekerja sebagai marketing sepeda motor. Beberapa kali saya melihat dia harus turun ke jalan, menawarkan brosur pada orang yang lalu lalang di jalanan. Kadang brosur tersebut disambut, tapi lebih sering tidak. Kalaupun ada yang mengambil brosur dari tangannya, kadang brosur tersebut malah dibuang begitu saja di tengah jalan.

Tak jauh beda dengan teman saya yang lain. Dia bekerja sebagai marketing kartu kredit. Status facebooknya penuh dengan penawaran pembuatan kartu kredit dan keuntungan memiliki kartu kredit yang ditawarkannya. Saya pernah bertanya pada mereka berdua.

"Bagaimana  sih  rasanya bekerja sebagai seorang marketing?" 

"Capek Ris, di target,ini mah nunggu dapat kerja yang lain, kalo udah dapat nanti mah langsung keluar aja" jawaban mereka kurang lebih sama.

Bukan hanya karena capek, gaji pokok yang kecil, tekanan karena target, dan harus berbusa-busa menawarkan produk pada orang lain, faktor gengsi dan malu juga jadi pertimbangan saya untuk tak menjadi seorang marketing. Sekalipun banyak seminar yang menunjukkan bagaimana para marketing yang sukses itu bisa kaya raya, namun saya masih tak percaya. Lagian, kalaupun itu benar saya tetap  akan memilih pekerjaan lain daripada menjadi seorang marketing.

Sesuatu Yang Jarang Disentuh itu bernama pola pikir

Sebaris kalimat di atas adalah ucapan Deden Hairuman Azam, ketua Yayasan Seruni ( Yayasan Seruan Hati Nurani ) Foundation pada saya saat saya bermaksud mewawancarainya. Perkenalan saya dengan beliau berawal dari penelitian skripsi yang waktu itu tengah saya lakukan. Saat saya tengah meneliti usaha yang mereka jalankan, yaitu menjual produk kerudung, disitulah pola pikir saya berubah total tentang dunia marketing.

"Semua orang bisa jualan, asal diberi aksesnya." Ujar pak Azam, begitu saya memanggilnya. Yayasan Seruni tak ingin sekedar berpangku tangan pada donatur. Oleh sebab itulah Seruni yang adalah yayasan untuk membantu kaum dhuafa ini terjun ke dunia Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Seruni tak membangun pabrik untuk memproduksi kerudungnya, melainkan memberdayakan para penjahit lokal di lokasi sekitar agar kembali produktif. Juga dalam hal memasarkan, Seruni memanfaatkan para anak didiknya, yang berasal dari SMA (Sekolah Menengah Atas) untuk menjual produknya.

Pak Azam selaku ketua Seruni, rutin memberikan pelatihan pada anak asuhnya. Tak hanya komunikasi satu arah, setiap orang diberi kesempatan untuk share pengalaman, tips, hingga ilmu-ilmu baru yang didapatkan (sumber gambar dokpri)
Pak Azam selaku ketua Seruni, rutin memberikan pelatihan pada anak asuhnya. Tak hanya komunikasi satu arah, setiap orang diberi kesempatan untuk share pengalaman, tips, hingga ilmu-ilmu baru yang didapatkan (sumber gambar dokpri)
Misi pak Azam pribadi adalah ingin mencetak  entrepreneur muda sebanyak-banyaknya. Mendengar bahwa omset Seruni bisa mencapai (-+) seratus juta sebulan, pendapatan anak asunya (reseller) bisa mencapai dua jutaan sebulan, membuat hati saya luluh, hingga akhirnya saya memutuskan untuk belajar dunia marketing. Yang membuat saya tertarik bergabung dan belajar adalah Seruni menjual produknya seratus persen dengan cara online,sayapun tak harus turun ke jalan dan malu jika bertemu gebetan.

Dulu Dagang Gorengan, Sekarang Sudah Jadi Pelatih Marketing

Sri Susanti Mangkubumi, Mentor pelatihan marketing di Seruni (sumber gambar dokpri)
Sri Susanti Mangkubumi, Mentor pelatihan marketing di Seruni (sumber gambar dokpri)
Saya sangat mengenal gadis dalam gambar. Dia adalah teman sekelas saya di kampus. Saya ingat sekali bagaimana dulu dia selalu membawa setoples kue dan gorengan ke kampus. Untuk membantu biaya kuliah dan kehidupan sehari-hari, selain berjualan makanan di kampus dia juga berjualan di pasar kaget pada hari minggu. Namun itu dulu, pola kerjanya dalam mencari uang sebagai pedagang berubah total sejak dia mengenal dunia online. Kini, hanya bermodalkan smartphone, facebook, WhatsApp, dan paket internet, dia sudah bisa menghasilkan uang hanya dengan menggerakkan jari-jarinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun