Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Akhirnya Dia yang Meremehkan Pendidikan Itu Merana

1 Juli 2016   15:40 Diperbarui: 15 April 2019   13:48 2444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar:annadzir.or.id

Itulah kenapa saya agak kebingungan untuk membantunya mencari kerja di Bandung, karena Ijazah SMA pun dia tak punya.Kalau dia mau jadi pengamen, atau jadi pedagang sih silahkan saja, saya mungkin akan menyuruhnya membawa uang yang banyak. Masalahnya dia tidak punya uang. Dia juga tak punya hardskill seperti otomotif, kelistrikan dll, jadilah dia nelangsa dan saya tak bisa berbuat apa-apa.

Saya yakin dia menyesal karena dulu memutuskan berhenti sekolah, hal tersebut juga pernah saya dengar terlontar dari mulutnya dengan bahasa yang lain tentunya, tapi itulah artinya: penyesalan!

Pada kenyataanya SMA (SMK sederajat) adalah standar rata-rata pendidikan untuk diterima bekerja di perusahaan saat ini. Itu sebabnya saya juga nggak ngerti kenapa Mahkamah Konstitusi menolak gugatan organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, saat mengajukan pengujian Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) terkait wajib belajar 9 tahun ke Mahkamah Konstitusi.

Padahal hal tersebut sudah  tak relevan jika dilihat dari tanggung jawab Negara untuk menyelenggarakan dan menjamin pendidikan yang layak bagi rakyat nya. (Mohon dikoreksi kalau sudah ada perubahan)

Lalu seberapa pentingkah pendidikan itu saat ini? Berikut pandangan saya:

1. Albert Einstein; Sekolah Bukan untuk Mempelajari Banyak Fakta, Melainkan untuk Melatih Otak untuk Berpikir

Berkaca pada kasus kawan saya itu, dan mungkin anak-anak yang memilih untuk putus sekolah karena memang keinginan sendiri atau karena malas. Mungkin masalahnya adalah di masa itu, di usia yang masih muda, otak kita belum terlatih untuk meraba dan membaca masa depan. 

Kita belum sadar, bahwa pendidikan itu penting. Kalau pun sadar, hal tersebut direspon dengan tabiat khas anak muda: belum percaya kalau belum merasakan. Akhirnya putuslah sekolah baru sesal kemudian.

Saya pernah membaca biografi Einstein yang ditulis oleh Walter Isaacson, dalam buku itu dikisahkan bagaimana Einstein sangat menjunjung tinggi pendidikan. Bukan hanya itu, dikisahkan juga bagaimana negara-negara seperti Jerman, Swiss, Amerika, dan negara Eropa lainya amat mencintai ilmu pengetahuan dan karya ilmiah. Itu sebab mereka begitu maju.

Semangat ilmiah inilah yang mungkin lemah dalam pendidikan dan semangat belajar generasi kita (saya juga pernah ngalamin malas soalnya hehe). Dasar pemikiranya tentu saja karena, ocehan-ocehan motivator yang selalu bilang sekalipun kita tidak sekolah kita bisa sukses! 

Saya sepakat, kita bisa sukses sekalipun tidak sekolah. Tapi lihat konteksnya, kalimat tersebut akan sangat tepat ditujukan untuk mereka yang putus sekolah karena tidak mampu bersekolah, atau pun sebagai penyemangat bagi mereka (seperti kawan saya di atas) yang sudah terlanjur putus sekolah tapi ingin bertaubat dan berhasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun