Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pamer Itu Hak Asasi, Mengapa Iri?

12 Maret 2023   16:13 Diperbarui: 27 April 2023   21:06 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tampang elite,

Ekonomi sulit,

Sebuah ungkapan kekinian untuk kaum kelas ekonomi bawah yang memaksakan diri mengikuti trend budaya pamer yang sedang merambah saat ini.

Sebelumnya kita cek dulu definisi pamer itu sendiri. Menurut KBBI kata pamer yaitu, menunjukkan (mendemonstrasikan) sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan untuk menyombongkan diri.

Apakah hal itu sah dilakukan? Menurut pendapat saya pribadi, hal tersebut sah-sah saja, JIKA, harta yang dipamerkan bukan milik orang lain dan hal tesebut adalah hasil jerih payah sendiri. Pamer itu saya kira masuk ke ranah hak asasi, di mana orang bebas melakukannya tanpa harus pusing dengan pendapat orang lain, ASALKAN dia tidak melakukannya dengan embel-embel meremehkan orang lain atau ada hal yang masih harus diselesaikan seperti hutang. Lantas kenapa harus merasa iri?

Saya ada pengalaman tentang ini di lingkungan sekolah anak saya yang kebetulan sekolah dasar negeri. Kami mendapatkan fasilitas gratis SPP dan buku paket. Kami hanya diminta membayar uang seragam dan LKS (jika ada).

Banyak orang tua yang berpikir dengan memasukkan ke sekolah negeri, satu tuntutan ekonomi berkurang. Apalagi jika anaknya lebih dari dua. Makanya banyak orang tua yang memiliki pola pikir semacam itu setiap tahun saling adu cepat agar anak-anaknya bisa mendapatkan "kursi" di sekolah negeri.

Sebagai orang tua murid yang ditunjuk sebagai bendahara kelas juga sekretaris komite, saya seringkali melihat kesenjangan sosial yang terjadi di sekolah kami. Tiap kali rapat komite yang dibahas hanya itu-itu saja. 

Salah satunya, kesulitan membayar kas yang hanya 10.000/bulan, belum membeli LKS, belum memiliki seragam wajib sesuai arahan, kesulitan membayar iuran ekskul yang kebetulan memang ada yang berbayar dan jelas angkanya juga tidak sedikit. 

Di situ kami berusaha memahami kondisi ekonomi para orang tua murid yang tidak bisa dipukul rata. Namun, kami melihat ada situasi di mana sesungguhnya ekonomi semua orang tua murid di sekolah ini masih bisa dibilang cukup alias tidak terlalu kekurangan.

Salah satunya saja saat Perayaan HUT Kemerdekaan RI tahun lalu. Pihak sekolah mengadakan pawai keliling lingkungan sekolah. kepala sekolah membuat kebijakan jika anak-anak boleh menggunakan baju apapun yang sekiranya layak dan sopan untuk mengikuti acara pawai ini, jadi tidak terpaku harus menggunakan baju daerah (karena harus keluar dana untuk sewa). Dan yang terjadi, anak-anak benar-benar dipakaikan baju ala kadarnya yang mereka miliki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun