Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Diantar Oleh Tragedi, Diobati Oleh Trauma

4 Oktober 2022   08:07 Diperbarui: 4 Oktober 2022   08:23 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pic: tanjungharosikabukabupadangpanjang.desa.id

 

 "Apa kamu membenci polisi karena kejadian itu, Mas Alfi? Jangan sungkan, anggap saya teman, bukan mantan polisi."

"Sejujurnya saya pernah membenci polisi, Pak. Mungkin bukan hanya saya, tapi semua korban dan anggota keluarganya. Kenapa gas air mata yang dilarang mereka pakai akhirnya justru melukai banyak orang di sana. Bukankah sudah ada ketentuan dalam FIFA Stadium Safety and Security bahwa tidak boleh menggunakan gas air mata untuk meredam massa? Rasanya saat itu Polisi bukan mengayomi, tapi mereka melukai," Alfi menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya pelan dan pasti. 

"Tapi setelah saya mulai dewasa, saya tak lagi bisa memandang kejadian itu sebelah mata saja. Polisi tidak akan bertindak seperti itu secara tiba-tiba jika tidak ada hal yang mengancam banyak pihak di sana. Supporter yang tidak sportif juga adalah pemicu. Ditambah lagi mereka kedapatan mengkonsumsi alcohol saat menonton pertandingan, semua kerusuhan yang terjadi rasanya begitu wajar. Jika saja mereka berbesar hati menerima kekalahan tim andalannya, mungkin insiden itu tidak akan pernah terjadi. Tapi, sekarang bukan saatnya lagi mencari siapa yang salah, tapi bagaimana menghapuskan trauma yang masih tersisa." jelas Alfi menutupi gempuran dengan berusaha menunjukkan ketabahan.

"Setiap orang punya trauma, Mas. Tapi itu harus disembuhkan. Ayo, saya bantu. Apa yang bisa saya lakukan untuk mengobati trauma, Mas Alfi?"

"Ah, tidak, Pak Raji. Mohon maaf sebelumnya, tapi bukan tugas bapak untuk menyembuhkan trauma ini. Bapak kan klien saya."

"Mungkin awalnya memang begitu, tapi mendengar kisahmu, saya ingin kamu menganggap saya sebagai orang tua. Saya pun kehilangan anak dan istri saya di insiden itu, Mas.

Alfi terkejut mendengar kalimat Raji barusan.


"Saat itu saya memang piket untuk menjaga pertandingan, anak dan istri saya menemani tapi mereka duduk di barisan penonton. Secepat debu yang beterbangan tertiup angin, secepat itu pula saya kehilangan keduanya."

Kali ini Alfi yang menatap mata tua Raji dengan penuh simpati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun