Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sampaikan Padanya, Aku Akan Terus Menunggunya

22 November 2019   01:11 Diperbarui: 22 November 2019   01:23 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setiap kali mataku dan matanya beradu pandang, pasti dia  yang lebih dulu melarikan pandangannya ke sisi lain. Rasanya seperti ada ketakutan yang begitu besar saat melihatku. Itupula yang terjadi sore tadi. Dari jauh aku bisa melihat rambut ikalnya, dia membelakangiku. Sisa beberapa langkah lagi aku sudah bisa menyentuh bahunya, tapi seakan dia sudah mengetahui kedatanganku. Dia melangkah dengan cepat, bahkan kami terlihat seperti dua orang yang tengah saling kejar.

Aku bingung, sedih, mengapa dia begitu ingin menjauh dariku. Sejak malam saat aku tak pulang ke rumah, segalanya menjadi berbeda. Dia benar-benar membuatku merasa terasingkan. Bukan salahku, aku seakan terhipnotis. Aku lupa apa yang terjadi waktu itu. Sisa memori yang masih menempel adalah, aku bertemu dengan seorang pria. Tanpa sengaja. Namun pria itu seakan sudah mengenalku dengan sangat baik. Dia tahu siapa nama panjangku, tanggal lahirku, pekerjaan ayahku, sampai tanda lahir di perutku. Ya, malam itu kami berbincang di salah satu caf. Dia memesankan minuman favoritku. Dia bercerita tentang dirinya. Terlalu banyak, bahkan aku hampir lupa detilnya. Mungkin karena aku terlalu kagum pada caranya mencari tahu tentangku. Tapi kenapa? Apa yang dia inginkan?  Tidak ada sisi menarik yang kupunya. Hanya kemampuanku bermain Harpa yang dikagumi banyak mata. Setelah pertemuan di caf itu aku tak tahu lagi, ingatanku melemah. Sampai akhirnya aku pulang, dan mendapati priaku berubah sikap. Aku tidak terbiasa berinteraksi dengan banyak orang, priaku selalu melarangku. Apakah dia cemburu hingga dia menghukumku dengan cara seperti ini?

Kenapa tidak menanyakan terlebih dulu kemana aku malam itu? Mengapa tidak ada diskusi seperti biasanya? Aku sudah siap dengan pertengkaran. Tapi tidak siap ditemani sepi semacam ini.

------------ 01-------------

"Tugasmu sudah selesai. Uangnya sesuai kesepakatan kita. Saya transfer setelah asuransi almarhumah istri saya cair."

"Siap, boss. Saya tunggu realisasinya. Selamat menjadi milyarder!"

"Tunggu, dimana jasadnya kau buang?"

"Saya larung di pantai, boss. Aman!"

"Sepertinya saya harus menyewa orang lagi untuk menemukan mayatnya sebelum hancur."

"Lho, ada apa memangnya? Boss yang bilang ke saya, kalau bisa jangan sampai ada yang temukan mayat istri boss?"

"Sepertinya arwahnya tidak tenang, dia terus mengikuti saya,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun