Mohon tunggu...
Tobias TobiRuron
Tobias TobiRuron Mohon Tunggu... Guru - Hidup adalah perjuangan. Apapun itu tabah dan setia adalah obatnya.. setia

Anak petani dalam perjuangan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Untukmu Waikemea; Cintaku Tulus

1 Desember 2022   10:33 Diperbarui: 1 Desember 2022   10:35 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Masa terus bergulir. Pada adonan hidup dalam pusaran anak-anak Lewo Lamatou kita saling berikhtiar memangkuh cita-cita hidup entah jadi apa dan seperti apa namun yang pasti pemberi kehidupan sudah mengarsir dan menarik garis kehidupan walau kita sendiri tak tahu.

Demikianpun aku. Aku adalah aku dan selamanya tetap menjadi aku. Dan pastinya ada yang tidak mengenalku lebih dalam namun ia paham siapa diri ini. Karena aku tidak hidup seutuhnya dalam lingkaran hidup yang semestinya. Mungkin ada yang sengaja melupakanku walau ia tahu siapa diri ini. Mungkin pula ada yang tidak tahu menahu tentang aku. Dan mungkin itu jawaban pastinya.

Aku mencicipi masa remajaku sebelum purnama hadir. Bermain petak umpet, mengambil kayu api bersama dengan teman-teman, memasak itulah tugas yang dikerjakan aku saat mengisi masa anak-anak hingga beranjak remaja.

Lalu siapakah diri ini?

Aku adalah Jedo Hekin. Anak darah suku Limahekin yang lahir dari rahim seorang ibu. Ia adalah Woli Sukun. Cintanya tulus dan lapang buatku, keluargaku bahkan ribu ratu Lewo Lamatou. Ia tahu seperti apa aku nantinya. Pedih perih kalbu layaknya mata pisau menyabet daging namun semua itu sudah terlanjur. Nasi sudah menjadi bubur. Namun apakah ini adalah bentuk petunjuk dari sang ilahi atau ungkapan sesaat? Yang pastinya ini adalah rahasia kehidupan yang mungkin ibuku sendiri Woli Sukun tidak mengetahuinya.

Kasih ibu sepanjang jalan. Begitu pula ibuku Woli Sukun. Ia begitu mengasihi aku. Sejak dalam kandungan hingga menghadirkan aku di Bumi Lamatou ratusan tahun yang lalu. Ia memahami betul siapa diri ini dan merahasiakan rahasia jalan hidupku untuk suaminya, Ayahku Wuri Hekin sendiri sehingga ia begitu manja dalam mendidikku, tak mau aku berjalan jauh dan hanya melakukan aktivitas di rumah serta tidak mengizinkan aku untuk mengambil air di mata air kecil Waikemea.

Woli Sukun. Ia seorang ibu yang bukan hanya menjadi wakil ataupun bendahara dalam keluarga namun ia adalah seorang kesatria hidup. Itu menurutku. Cintanya bening sebening Waikemea dan tulus tak terkirakan dengan angkah-angkah atau dalam timbangan neraca apapun juga. Apakah tindakannya kesatria? Mengapa tidak. Ia berani dan rela mengorbankan buah hati yang sedang dikandungnya untuk mengetahui pasti saat situasi yang dililit keniscahayaan. Iya. Seperti ungkapan setiap kata adalah doa maka kata-kata itu adalah anak kunci untuk membuka tabir keniscahayaan tersebut walau pada akhirnya kata yang adalah doa tersebut di aminkan.

Jalan hidup setiap orang berbeda. Begitupula dengan aku. Hidup itu adalah misteri. Kenapa? Karena tak seorang pun tahu mengapa ia harus hadir dan hidup. Aku adalah keniscahayaan. Percaya atau tidak itu suatu keniscahayaan. Namun yang pasti ini bukan tindakan yang disengaja namun satu garis kehidupan yang telah diatur. Aku meyakini itu.

Ibuku Woli Sukun seorang pekerja keras. Walaupun berbadan dua yang saat itu mengandung aku ia tetap bekerja. Suatu hari ia memetik kapas/kapek di Kerowolo. Setelah seharian memetik kapas ia pun pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang ia melihat mulut serta tubuh anjing miliknya basah akan air. Rasa penasaranpun hadir. Oleh karena dahaga yang dirasakannya iapun mencoba mencari air sekaligus bisa membasahi kerongkongannya yang kering. Iapun menyusuri jejak langkah kaki anjing miliknya.

Cukup lama ia mencari keberadaan sumber air tersebut. Namun tidak ia temukan. Yang ada hanyalah dedaunan yang basah oleh tetesan air dari tubuh sang anjing. Namun tidak dengan anjing miliknya. Rasa penasaranpun menghardik. Ribuan tanya hadir seketika. Ada apa gerangan? Dan seketika itu juga Ibuku Woli Sukun berujar sambil mengelus perutnya yang kala itu menjadi ranjang pembaringanku yang paling empuk katanya " Mata pito ba hau, Liwuk lema bego gere

Ana goe pia pi ama lake na'e tobo suku,  Ina wae nei moe".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun